tag:blogger.com,1999:blog-37174889712621303092024-03-28T20:27:38.752-07:00Berbagi Info yang Lagi HitzzZian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-83700273715959006702020-08-29T23:42:00.000-07:002020-08-29T23:42:22.894-07:006 Rekomendasi Kacamata Baca Terbaik 2020<p style="text-align: justify;">Selain berfungsi sebagai <a href="https://lifestyle.okezone.com/read/2010/01/12/27/293289/alat-bantu-penglihatan-pilih-sesuai-fungsi-nyamannya" target="_blank">alat bantu penglihatan</a>, kacamata saat ini juga berfungsi sebagai pelengkap fashion. Karena itu, di pasaran ada banyak model kacamata yang bisa menjadi pilihan. Jika anda sedang mencari kacamata baca, berikut ini kami berikan rekomendasi kacamata baca terbaik 2020.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0Q4cYpCJkVUl285o2FSmvh7bTZQ8hHjTc_32B2npKtS0-ks4D13TMdR26KMFc1gR0reO77Td0ASIduDsIkVjTh8zzcQUehxOeiR-UP4bYVKIiIKCdvpNgaFKnKfPn4a9tGElcGTHIExo/s2000/6+Rekomendasi+Kacamata+Baca+Terbaik+2020.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="6 Rekomendasi Kacamata Baca Terbaik 2020" border="0" data-original-height="1333" data-original-width="2000" height="427" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0Q4cYpCJkVUl285o2FSmvh7bTZQ8hHjTc_32B2npKtS0-ks4D13TMdR26KMFc1gR0reO77Td0ASIduDsIkVjTh8zzcQUehxOeiR-UP4bYVKIiIKCdvpNgaFKnKfPn4a9tGElcGTHIExo/w640-h427/6+Rekomendasi+Kacamata+Baca+Terbaik+2020.jpg" title="6 Rekomendasi Kacamata Baca Terbaik 2020" width="640" /></a></div><p style="text-align: justify;"><br /></p><h3 style="text-align: justify;">OEM Occhiali Da Vista Lettura Presbiopia</h3><p style="text-align: justify;">Kacamata membaca dengan frame wellington yang satu ini merupakan model kacamata yang saat ini populer. Frame kacamata membaca ini terbuat dari bahan plastik hitam, jadi sangat cocok untuk anda yang alergi dengan logam. Sedangkan lensanya berbahan resin yang anti pecah saat jatuh. Kacamata ini berfrekuensi +3, namun anda bisa menggantinya lensanya sesuai dengan frekuensi anda.</p><h3 style="text-align: justify;">OEM Folding Glasses RD8016</h3><p style="text-align: justify;">Jika anda memiliki kebiasaan menaruh kacamata di kantong kemeja, maka OEM Folding Glasses RD8016 cocok untuk anda. Selain dimasukan ke dalam kantong kemeja, kacamata lipat rimless yang tidak bergagang ini bisa juga digantungkan pada kalung. Meski tapa gagang, kacamata ini dilengkapi dengan bantalan pada hidung (nosepad) yang dapat membuat kacamata ini tetap di posisi, tanpa khawatir terlepas. Tidak perlu khawatir nosepad ini terbuat dari bahan plastik dan silikon sehingga tidak akan melukai batang hidung anda. Ada 6 pilihan warna nosepad yang bisa anda pilih sesuai selera yaitu: hitam, putih, coklat, biru, abu, dan orange.</p><h3 style="text-align: justify;">OEM Retro Round Magnifying Presbyopic</h3><p style="text-align: justify;">Dengan bentuk framenya yang bulat, kacamata OEM Retro Round Magnifying Presbyopic cocok digunakan oleh semua bentuk wajah. Dengan lensa berbahan resin, frame berbahan besi, serta gagang berbahan perak, memberikan kesan mewah saat digunakan. Selain itu, bentuk frame yang bulat, akan membuat raut wajah anda terkesan lembut. Lensa bawaan kacamata ini berfrekuensi antara +1 hingga +4. </p><h3 style="text-align: justify;">Yellowrock Glasses G200 Reading Glasses</h3><p style="text-align: justify;">Kacamata rimless ini lensanya berukuran 52 mm, terbuat dari bahan polikarbonat yang tahan retak saat jatuh. Dengan lensa berbahan polikarbonat, kacamata baca ini dapat menghindarkan mata anda dari sinar UV serta sinar biru dari alt elektronik. Semantara gagangnya berbahan asetat dari serat katun dan pulp kayu, sehingga aman untuk anda yang alergi terhadap logam. Selain itu bahan ini juga tidak mudah memuai saat terkena suhu panas.</p><h3 style="text-align: justify;">Moonar 037 Presbiopi</h3><p style="text-align: justify;">Untuk anda yang banyak beraktivitas di luar ruangan, kacamata Moonar 037 Presbiopi yang berlensa transitions berwarna coklat ini cocok untuk anda, karena dapat menghindarkan mata dari paparan sinar UV yang bisa mengakibatkan peradangan. Kacamata baca ini framenya terbuat dari perpaduan kristal dan stainless steel yang tidak mudah berkarat. Cocok digunakan untuk mereka yang memiliki bentuk wajah bulat ataupun telur, karena frame kacamata ini berbentuk kotak. Lensa bawaan kacamata ini berfrekuensi +1 hingga +3,5, yang bisa anda sesuaikan dengan kebutuhan.</p><h3 style="text-align: justify;">OEM WSmall Crystal Presbyopic</h3><p style="text-align: justify;">Pilihan lainnya untuk anda yang sering beraktivitas di luar ruangan adalah kacamata OEM WSmall Crystal Presbyopic. Kacamata baca ini memiliki lensa density berwarna coklat transparan yang dapat meredam sinar UV, tetapi juga dapat digunakan untuk membaca. Saat berada di dalam ruangan lensa ini bening (tidak berwarna), namun akan berubah menjadi coklat transparan saat terkena sinar matahari. Kacamata model halfrim ini cocok untuk anda yang memiliki bentuk wajah bulat, telur, dan juga segitiga terbalik. Tersedia lensa berfrekuensi +1 hingga +4 yang bisa anda pilih.</p><div style="text-align: justify;"><br /></div>Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com79tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-10805584296192309802020-08-03T07:20:00.003-07:002020-08-03T07:20:33.170-07:005 Cushion yang Recommended Untuk Kulit Wajah Berminyak<div style="text-align: justify;">Saat ini, produk kecantikan yang dinamakan cushion sangat populer dan di pasaran sudah banyak dijual <a href="https://review.bukalapak.com/beauty/cushion-brand-lokal-terbaik-109531">produk cushion dari brand lokal</a> di Indonesia. Produk kecantikan yang satu ini semacam bb cream atau foundation, hanya saja dikemas seperti bedak padat dan dilengkapi dengan sponge seperti bedak, sehingga tanganmu tidak akan kotor saat cushion diaplikasikan ke wajah. Buat kamu yang memiliki tipe kulit wajah yang berminyak, berikut 5 rekomendasi cushion yang cocok untuk tipe kulit wajahmu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge_7Lf_unhqQfNgMZr5tmo1TMTdkF7hYS_FfqAl9v3CLZcUgmcBTAWUDJb4bkoK2OwWTog6XZWRq5Y-Xvl_cHYrDV4hkZHbJcEjhotUw8gv1r-a4va6JqZjVGdUHjWi0eIv-wnZ8JiLPs/s700/5+Cushion+yang+Recommended+Untuk+Kulit+Wajah+Berminyak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="5 Cushion yang Recommended Untuk Kulit Wajah Berminyak" border="0" data-original-height="554" data-original-width="700" height="507" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge_7Lf_unhqQfNgMZr5tmo1TMTdkF7hYS_FfqAl9v3CLZcUgmcBTAWUDJb4bkoK2OwWTog6XZWRq5Y-Xvl_cHYrDV4hkZHbJcEjhotUw8gv1r-a4va6JqZjVGdUHjWi0eIv-wnZ8JiLPs/w640-h507/5+Cushion+yang+Recommended+Untuk+Kulit+Wajah+Berminyak.jpg" width="640" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;">Laneige BB Cushion Pore Control</h3><div style="text-align: justify;">Sesuai namanya, cushion dari Laneige ini dapat menyamarkan pori-pori sehingga terlihat lebih halus. Selain itu, cushion ini sudah mengandung SPF 50 sehingga kulit wajahmu terlindungi dari sengatan sinar UV saat beraktivitas di luar ruangan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;">Lancome Teint Idole Ultra Cushion Foundation</h3><div style="text-align: justify;">Untuk ukuran cushion, produk import dari Prancis ini termasuk memiliki coverage yang bagus, padahal saat diaplikasikan ke wajah terasa ringan. Selain mampu menyamarkan noda hitam atau bekas jerawat, cushion ini juga dapat menyamarkan pori-pori sehingga terlihat lebih halus. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;">The Face Shop Oil Control Water Cushion</h3><div style="text-align: justify;">The Face Shop sebetulnya mengeluarkan banyak varian produk cushion dengan berbagai variasi kemasan yang cantik dan lucu. Untuk kamu yang memiliki tipe kulit wajah berminyak, sebaiknya gunakan The Face Shop Oil Control Water Cushion, karena varia cushion ini sudah diformulasikan khusus untuk tipe kulit wajah berminyak. Selain itu, cushion ini dilengkapi dengan aplikator puff yang empuk dan juga lembut sehingga sangat nyaman saat digunakan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;">Innisfree Long Wear Cushion SPF 50+ PA+++</h3><div style="text-align: justify;">Cushion import dari Korea ini cukup laris di pasaran lokal, karena brand kecantikan yang satu ini memang memiliki produk-produk kecantikan dan skincare yang kualitasnya sudah terkenal di kalangan wanita di Indonesia. Kelebihan cushion keluaran Innisfree ini sesuai namanya, tidak akan mudah luntur saat wajahmu berkeringat atau berminyak. Selain itu, cushion ini mengandung SPF 50 yang dapat melindungi kulit wajahmu dr sinar UV saat berada di luar ruangan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;">Bobbi Brown Skin Foundation Cushion Compact SPF 50 PA+++</h3><div style="text-align: justify;"><a href="https://stylo.grid.id/read/141949496/rekomendasi-cushion-matte-untuk-kulit-berminyak-dari-brand-lokal?page=all">Cushion matte</a> biasanya direkomendasikan khusus untuk kulit wajah berminyak. Tapi buat kamu yang suka dengan hasil kombinasi matte dan dewy diwajah, sepertinya kamu harus mencoba cushion dari Bobby, dijamin wajahmu akan terlihat glowing seketika. Selain itu, saat cushion ini diaplikasikan ke wajah, kamu akan merasakan sensasi dingin. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div>Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com182tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-35070312613580784912019-09-21T16:56:00.002-07:002019-09-21T16:56:56.710-07:005 Rekomendasi Tas Kerja Pria dari Brand Fossil<div style="text-align: justify;">
Di Indonesia, selain populer dengan tas wanitanya, tas pria dari brand fashion fashion middle class asal Amerika yaitu Fossil juga cukup banyak diminati. Range tas pria keluaran Fossil dari mulai formal, semi formal, hingga casual, dan sebagian besar tas pria merek ini bergaya simple, modern, trendy, dan fashionable. Berikut ini kami merekomendasikan 5 <a href="https://www.beebagshop.com/">model tas pria terbaru</a> untuk kerja dari brand Fossil yang dapat menunjang penampilan anda sehingga terlihat stylish namun tetap profesional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3SPo23IueEh5KzVih58dZX2Jq-WjlXW4q4ygeIiXuLh9KABvhsyzcMhGBC06pobdz9-7jGY3AQ3Yums1UIXrHD90KObAHbdc7b3VItrTXaROSSxi7JUPGQgmV5xGnR1dvSie2GMHyTHE/s1600/Buckner+Messenger+Navy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Nasher Backpack Black" border="0" data-original-height="408" data-original-width="408" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3SPo23IueEh5KzVih58dZX2Jq-WjlXW4q4ygeIiXuLh9KABvhsyzcMhGBC06pobdz9-7jGY3AQ3Yums1UIXrHD90KObAHbdc7b3VItrTXaROSSxi7JUPGQgmV5xGnR1dvSie2GMHyTHE/s320/Buckner+Messenger+Navy.jpg" title="" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
Buckner Messenger Navy</h3>
<div style="text-align: justify;">
Bagi anda yang tidak suka tampil terlalu formal, kami merekomendasikan tas Fossil Buckner Messenger Navy. Tas Fossil Buckner Messenger Navy dibuat dari material nylon dengan tampilan jeans, sehingga akan membuat anda tampil lebih casual. Bagian dalam tas Fossil Buckner Messenger Navy dilapisi dengan polyester, dilengkapi dengan 1 buah slot laptop ukuran 16 inch serta 2 buah slot gadget. Tas Fossil Buckner Messenger tersedia 2 pilihan warna yakni Navy, dan Black. Jika anda menyukai model tas Fossil Buckner Messenger Navy namun terasa kurang formal, maka warna tas Fossil Buckner Messenger Black patut anda pertimbangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzNirYw-_aH0ReIe6iUeLVIiBCdOCvRHCsMVu3HZfmXD-oZ3-povTk0MJq9ZTtUQpONtGCnT849K0baUCRRlC9dpcp37k3FGWMNOH9w4zXvf1eh-p6j1bC-HEuwemNjtwTvTWCygN7E50/s1600/mbg9380-001_1_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="600" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzNirYw-_aH0ReIe6iUeLVIiBCdOCvRHCsMVu3HZfmXD-oZ3-povTk0MJq9ZTtUQpONtGCnT849K0baUCRRlC9dpcp37k3FGWMNOH9w4zXvf1eh-p6j1bC-HEuwemNjtwTvTWCygN7E50/s320/mbg9380-001_1_1.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
Nasher Backpack Black</h3>
<div style="text-align: justify;">
Jika anda pria yang menyukai kepraktisan dan kenyamanan, menggunakan Tas Fossil Nasher Backpack Black adalah pilihan yang tepat. Ukuran tas yang cukup ramping, pada bagian dalam dilengkapi dengan slot laptop berukuran 15 inch dengan 1 slot handphone, dengan model tas yang modern dan simple, akan membuat anda tampil lebih stylish saat ke kantor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2WXNRgB-0pTz5R_DZkrF2PNuSq1_U8kKXJRJ3te7URXk-T7XfiAGGTv_Q5mW70TyF4g2kbBpExbhZBBwWA6etVE6HoWyJvT4EVPrK1ZoyQs3K-TqzVLc4gTEKinP8uv8ou0JjDiSSllc/s1600/Buckner+Small+Commuter+Black.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Buckner Small Commuter Black" border="0" data-original-height="408" data-original-width="408" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2WXNRgB-0pTz5R_DZkrF2PNuSq1_U8kKXJRJ3te7URXk-T7XfiAGGTv_Q5mW70TyF4g2kbBpExbhZBBwWA6etVE6HoWyJvT4EVPrK1ZoyQs3K-TqzVLc4gTEKinP8uv8ou0JjDiSSllc/s320/Buckner+Small+Commuter+Black.jpg" title="" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
Buckner Small Commuter Black</h3>
<div style="text-align: justify;">
Tas Fossil yang kami rekomendasikan berikutnya adalah tas Buckner Small Commuter Black. Tas berbahan kulit asli, model simple namun stylish, dengan warna yang full black, membuat anda terlihat professional dan trendy. Ukuran tas ini sedang, dan pada bagian dalam dilengkapi dengan 1 slot laptop ukuran 13 inch dan 1 slot tablet.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghLy3LRn-2BtkbZDxTCGabXUAduINmn3hWYsZVvud-_rL-zFkk7C3RJA3wJ7xJBDjH49olrYigmlIY8-HtF_t400x9lVAQP_yKPRnCumIC2GEyOP31JvoYoLFBQhFQPpC5LKmM2te0a1k/s1600/Buckner+Top+Zip+Workbag+Navy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Buckner Top Zip Workbag Navy" border="0" data-original-height="600" data-original-width="600" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghLy3LRn-2BtkbZDxTCGabXUAduINmn3hWYsZVvud-_rL-zFkk7C3RJA3wJ7xJBDjH49olrYigmlIY8-HtF_t400x9lVAQP_yKPRnCumIC2GEyOP31JvoYoLFBQhFQPpC5LKmM2te0a1k/s320/Buckner+Top+Zip+Workbag+Navy.jpg" title="" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
Buckner Top Zip Workbag Navy</h3>
<div style="text-align: justify;">
Tas fossil bergaya simple dan casual lainnya adalah tas Buckner Top Zip Workbag Navy. Bagi anda yang suka tampil casual dan simple saat bekerja, bisa memasukan tas Buckner Top Zip Workbag Navy ke dalam list belanja tas anda. Secara bahan dan spesifikasi lainnya (ukuran tas mirip mirip, beda sedikit), tas ini mirip dengan tas Buckner Messenger Navy, yang membedakan modelnya saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnmQNS2OlJ_BqeESarxd9TU8cETHU6JPyBSlhJunQ7UX6sfbFLK8qlHwBy85VgPFoM3Wvatz50-kT0FYm1OaFfY9PsfN70Xlj3bWothUzEo9ebENAgsAbpXPzK9cfVU1L_4Ig7fEtQC1A/s1600/Buckner+Convertible+Backpack+Titanium.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Buckner Convertible Backpack Titanium" border="0" data-original-height="225" data-original-width="225" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnmQNS2OlJ_BqeESarxd9TU8cETHU6JPyBSlhJunQ7UX6sfbFLK8qlHwBy85VgPFoM3Wvatz50-kT0FYm1OaFfY9PsfN70Xlj3bWothUzEo9ebENAgsAbpXPzK9cfVU1L_4Ig7fEtQC1A/s320/Buckner+Convertible+Backpack+Titanium.jpg" title="" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
Buckner Convertible Backpack Titanium</h3>
<div style="text-align: justify;">
Tas kerja pria lainnya dari brand Fossil yang kami rekomendasikan adalah tas Buckner Convertible Backpack Titanium. Tas dengan bahan polyester yang seperti denim berwarna grey bergaya casual dan modern dengan ukuran 30.48 cm L x 7.62 cm W x 40.64 cm merupakan tas multifungsi. Selain dilengkapi dengan slot laptop ukuran 15 inch, tas Buckner Convertible Backpack Titanium juga dilengkapi dengan tali bahu untuk dipakai sebagai tas punggung (backpack), tas ini juga dilengkapi dengan tali panjang yang ukurannya bisa diatur panjang pendeknya (bisa dilepas), serta 2 buah handle, sehingga selain dipakai sebagai tas ransel, tas ini juga bisa dipakai sebagai handbag dan shoulder/ sling bag.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di samping model model di atas masih banyak lagi model tas pria dari brand fossil yang cocok untuk bekerja. Model tas fossil selengkapnya dapat anda lihat dengan mengklik <a href="https://www.fossil.co.id/">tautan ini</a>. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com243tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-21041750659070344842019-09-04T20:20:00.000-07:002019-09-04T20:20:08.819-07:00KKN di Desa Penari Part 2 (Versi Nur)<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_2">
<div style="text-align: justify;">
Cerita
ini adalah cerita yang pernah gw tulis, namun dari sudut pandang
berbeda, kali ini, penulis sudah mendapatkan ijin dari yang punya
cerita, sehingga penulis bisa mengeksplore semua teka-teki yang
sebelumnya tidak terjawab di versi lain cerita ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqfv93y8RNKf9uXE4OB0OwvxIutO2z5blIylkcutxZfiDj7ptdLB_NM3J555zAYtyYuyM0wIgg0vldcrb4EagVv7SFucnARdyRPw5D3KQcJNKHX-G87X15lDt2OS3IKViildGs7pvzKSM/s1600/kkn2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="KKN di Desa Penari Part 2 (Versi Nur)" border="0" data-original-height="1192" data-original-width="843" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqfv93y8RNKf9uXE4OB0OwvxIutO2z5blIylkcutxZfiDj7ptdLB_NM3J555zAYtyYuyM0wIgg0vldcrb4EagVv7SFucnARdyRPw5D3KQcJNKHX-G87X15lDt2OS3IKViildGs7pvzKSM/s400/kkn2.jpg" title="" width="282" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari sini, cerita dimulai. M<span class="entity-reveal-action button">entions</span> masih sama seperti yang dulu, untuk peraturan kita, lokasi, kampus, fakultas semua di rahasiakan. Untuk kalian yang sudah menebak atau tahu dimana latar lokasi cerita ini
dimohon untuk tidak mengungkap sebagai penghormatan atas janji penulis
kepada si pencerita. Untuk pengertianya, gw ucapkan terimakasih sebesar-besarnya. November 2019</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_5">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur. tak telpon ket mau, kok gak diangkat-angkat seh" (Nur, aku telpon dari tadi kok gak diangkat sih)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iya, maaf Yu, mau keturon aku" (iya maaf yu, tadi ketiduran aku) ucap Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo wes, engkok bengi tak susul yo" (ya sudah, nanti tak jemput ya) kata si penelpon. Nur
segera merapikan tempat tidurnya, hidup merantau demi menyelesaikan
pendidikanya di universitas yang sudah menjadi impianya sejak kecil kini
tinggal menunggu bulan demi bulan. Hanya tinggal menyelesaikan tugas
terakhirnya, salah satunya, adalah tugas pengabdian pd masyarakat orang lebih mengenalnya dengan KKN (Kuliah kerja nyata).</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_7">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam ini, Ayu, teman sefakultasnya, baru saja membicarakan tentang
rencananya, bahwa, ia, sudah memiliki tempat yang cocok untuk
pelaksanaan KKN mereka, dan Nur akan ikut dalam observasi pengenalan
pada desa tersebut. Di sela
Nur mempersiapkan keberangkatanya malam ini, ia teringat harus segera
memberitahu temanya yang lain tentang observasi ini, karena ia tahu,
bahwa KKN program mereka, harus di selesaikan bersama-sama. janji,
sebagai sahabat yang harus lulus bersama-sama.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_8">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, nang ndi?" (Wid, dimana?)</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_9">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang omah Nur, yo opo, wes oleh nggon KKN'e" (di rumah Nur, gimana, sudah dapat tempat KKN'nya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"engkok bengi Wid aku budal karo Ayu, doaken yo" (nanti malam Wid, aku berangkat sama Ayu, doakan ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih. semoga di acc ya".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aamiin" balas Ayu, mematikan telpon, balas Nur mematikan telpon.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_10">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Detik-demi detik berputar, tanpa terasa malam telah tiba, Nur melihat
sebuah mobil kijang mendekat. dari dalam, keluar sahabatnya Ayu, di
belakangnya, ada sosok lelaki. Mungkin itu adalah mas Ilham, kakak Ayu. pikir Nur dalam hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_11">
<div style="text-align: justify;">
"Ayo. budal" kata Ayu, menggandeng Nur agar segera masuk ke dalam mobil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Ilham membawakan barang Nur, kemudian mobil pun mulai berangkat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"adoh gak Yu" (jauh tidak yu) tanya Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"paling 4 sampe 6 jam, tergantung, ngebut ora" (paling 4 sampai 6 jam, tergantung ngebut ndak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_12">
<div style="text-align: justify;">
"sing
jelas, desa'ne apik, tak jamin, masih alami. pokok'e cocok gawe proker
sing kene susun wingi"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(yang jelas, desanya bagus, tak jamin, masih
alami, pokoknya cocok buat proker yang kita susun kemarin)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu terlihat begitu antusias, sementara Nur, ia merasa tidak nyaman. Banyak
hal yang membuat Nur bimbang, salah satunya, tentang lokasi dan
sebagainya. Sejujurnya, ini kali pertama Nur, pergi ke arah etan (Timur)
sebagai, perempuan yang lahir di daerah kulon (barat) ia sudah
seringkali mendengar rumor tentang arah etan, salah satunya,
kemistisanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_14">
<div style="text-align: justify;">
Mistis,
bukan hal yang baru bagi Nur, bahkan ia sudah kenyang dengan berbagai
pengalaman akan hal itu, saat menempuh pendidikanya sebagai santriwati,
mengabaikan perasaan tidak bisa di lakukan secara kebetulan semata. dan
malam ini, belum pernah Nur merasa setidak'enak ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Benar
saja. Perasaan tidak enak itu, terus bertambah seiring mobil terus
melaju, salah satu pertanda buruk itu adalah ketika, sebelum memasuki
kota J, dimana tujuanya kota B, Nur melihat kakek-kakek yang meminta
uang di persimpangan, ia seakan melihat Nur. tatapanya, prihatin. Bukan
hanya itu saja, si kakek, mengelengkan kepalanya, seolah memberikan
tanda pada Nur yang ada didalam mobil, untuk mengurungkan niatnya.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_16">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, Nur, tidak bisa mengambil spekulasi apapun, ada temanya yang lain, yang menunggu kabar baik dari observasi hari ini. Hujan
tiba-tiba turun, tanpa terasa, 4 jam lebih perjalanan ini ditempuh.
Mobil berhenti di sebuah tempat rest area yang sepi, sebelum akhirnya
melanjutkan perjalanan, Nur, melihat hutan gelap, yang memanggil-manggil
namanya.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_17">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Hutan. desa ini ada di dalam hutan" kata mas Ilham.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_18">
<div style="text-align: justify;">
Nur
tidak berkomentar, ia hanya berdiri di samping mobil yang berhenti di
tepi jalan hutan ini. sebuah hutan yang sudah di kenal oleh semua orang
jawatimur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hutan D********, tidak beberapa lama, nyala lampu dan suara motor terdengar. mas Ilham, melambaikan tanganya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_19">
<div style="text-align: justify;">
"iku
wong deso'ne, melbu'ne kudu numpak motor, gak isok numpak mobil soale"
(itu orang desanya, masuknya harus naik motor, mobil tidak bisa masuk
soalnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur dan Ayu, mengangguk, pertanda ia mengerti. tanpa berpikir panjang, Nur sudah duduk di jok belakang, dan mereka berangkat. Memasuki
jalan setapak, dengan tanah tidak rata, membuat Nur harus memegang
kuat- jaket bapak yang memboncengnya, tanah masih lembab, di tambah
embun fajar sudah terlihat disana-sini, malu-malu memenuhi pepohonan
rimbun. Nur, melihat sesosok, wanita. ia sedang menari di atas batu. Kilatan matanya tajam, dengan paras elok nan cantik, si Wanita, tersenyum menyambut tamu yang sudah ia tunggu.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_21">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihatnya dari balik jalan lain, Nur mendapati, si wanita sudah hilang,
tanpa jejak. ia tahu, dirinya sudah di sambut dengan entah apa itu. Memasuki Desa, mas Ilham berpeluk kangen dengan seorang pria yang mungkin seumuran dengan ayahnya di rumah.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_22">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pria itu ramah, dan murah senyum, menyambut tanganya, Nur mendengar si pria memperkenalkan diri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kulo, Prabu" (saya Prabu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_23">
<div style="text-align: justify;">
"sepurane
Ham, aku eroh, kene wes kenal suwe, tapi deso iki gak tau loh gawe
kegiatan KKN".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(saya minta maaf ham, aku tahu, kita sudah kenal lama,
tapi desa ini tidak pernah di pakai kegiatan KKN)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tolong lah mas" kata mas Ilham, "dibantu, adikku,"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suasana saat itu, tegang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_24">
<div style="text-align: justify;">
"GAK ISOK HAM" kata pak Prabu menekan mas Ilham dengan ekspresi tak terduga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngeten loh pak, ngapunten, kulo nyuwun tolong, kulo bakal jogo sikap
ten mriki, mboten neko-neko, tolong pak"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(begini loh pak, maaf, saya
minta tolong, saya akan menjaga sikan disini)</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_25">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(saya
tidak akan aneh-aneh. tolong pak) ucap Ayu, matanya berlinangan air
mata, ia tidak pernah melihat Ayu sengotot ini, mimik wajah pak Prabu
yang sebelumnya mengeras, kini melunak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"piro sing KKN dek?" (berapa yang KKN nanti dek?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan bersemangat Ayu menjawab. "6 pak"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_26">
<div style="text-align: justify;">
Hari
itu berakhir, dengan persetujuan pak Prabu dan tentu saja, masyarakat
sekitar, sebelum meninggalkan tempat itu, Ayu dan Nur berkeliling
memeriksa desa sebentar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sana ia sudah tahu proker apa saja yang akan menjadi wacana mereka, salah satunya, kamar mandi dengan air sumur. Ia
tahu, masyarakat mendapatka akses air hanya dari sungai, jadi terfkirkan mungkin sumur lebih efisien, di tengah mereka merundingkan berbagai
proker kelak, Nur, terdiam melihat sebuah batu yang di tutup oleh kain
merah.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_27">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di bawahnya, ada sesajian lengkap dengan bau kemenyan. Di atasnya,
berdiri sosok hitam, dengan mata picing, menyala merah. meski hari
siang bolong, Nur bisa melihat, kulitnya yang di tutup oleh bulu, serta
tanduk kerbau, mata mereka saling melihat satu sama lain, sebelum Nur
mengatakan pada Ayu, bahwa, mereka harus pulang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_29">
<div style="text-align: justify;">
"lapo to Nur, kok gopoh men" (kenapa sih Nur, kok kamu buru buru pergi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kasihan mas Ilham, wes ngenteni" ucap Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo wes, ayok" Ayu menimpali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka pun segera naik motor, sebelum keluar dari desa itu. sosok yang Nur lihat, apalagi bila bukan Genderuwo.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_30">
<div style="text-align: justify;">
"Nur,
jak'en Bima, yo, ambek Widya, engkok ambek kenalanku, kating" (Nur, ajak
si Bima, sama Widya, sama kenalanku kating) ucap Ayu didalam mobil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima, lapo ngejak cah kui" (ngapain sih ngajak Bima)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ben rame, kan wes kenal suwe" (biar rame, kan sudah kenal lama) sahut Ayu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_31">
<div style="text-align: justify;">
"kok gak awakmu sing ngejak to" (kenapa bukan kamu saja yang ngajak) timpal Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kan awakmu biyen sak pondok'an, wes luwih suwe kenal" (kan kalian
pernah satu pondok, jadi sudah kenal lebih lama).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pokok'e jak en arek
iku yo" (pokoknya ajak anak itu ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_32">
<div style="text-align: justify;">
"yo wes, iyo" Nur pun mengalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tak telpone Widya, ben cepet di gawekno Proposal'e mumpung pihak kampus
gurung ngerilis daftar KKN'e, gawat kalau pihak kampus wes ngerilis yo,
mumpung wes oleh enggon KKN dewe"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(biar Widya tak telpon, biar cepat di
buatkan proposalnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_33">
<div style="text-align: justify;">
(mumpung
kampus belum buat daftar KKN nya, bisa gawat kalau sampai kampus udah
buat daftarnya, mumpung kita sudah punya tempat KKN nya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelan, mobil itu pun meninggalkan jalanan hutan itu. Nur dan Ayu,
kembali ke kotanya, mempersiapkan semua, sebelum mereka nanti kembali. Siang itu, Nur melihat Widya dan Ayu di hari pembekalan sebelum keberangkatan KKN mereka.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_34">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya 2 orang yang akan bergabung dalam
kelompok KKN mereka pun muncul, namanya adalah Wahyu dan Anton. mereka
pun membicarakan semua proker dan menentukan jadwal
keberangkatan. Semua anak sudah setuju, termasuk Widya, yang hampir
sepanjang hari terus menceritakan, bahwa ibunya memiliki firasat yang
buruk pada tempat KKN mereka. Nur hanya diam dan mendengar, karena di
dalam dirinya, ia merasakan hal yang sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_36">
<div style="text-align: justify;">
Malam
keberangkatan, Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu dan Anton, sudah berkumpul,
perjalanan di lanjutkan dengan mobil elf yang sudah mereka sewa untuk
mengantarkan mereka ke pemberhentian dimana nanti mereka akan di jemput
oleh warga desa. Nur masih bisa melihat temanya, Widya,</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_37">
<div style="text-align: justify;">
memasang wajah tidak nyaman. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya sebuah harap, yang Nur panjatkan, bahwa mereka berangkat dengan utuh dan semoga, pulang dengan utuh juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi, tidak ada yang tahu, doa seperti apa yang akan di ijabah oleh Tuhan. Gerimis mulai turun, sepanjang perjalanan, Nur hanya melihat ke jalanan yang lengang.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_38">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat di pemberhentian lampu merah, seseorang, menggebrak kaca mobil
Elf'nya, Nur begitu terkejut sampai tersentak mundur, dari dalam mobil,
Nur melihat pengemis tua itu, ia terus menggebrak</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_39">
<div style="text-align: justify;">
mobil,
membuat semua yg ada didalam mobil kebingungan, termasuk si sopir yang
berteriak agar lelaki tua itu berhenti sembari melemparkan recehan, dari
bibirnya, Nur melihat ia berucap,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ojok budal ndok" (jangan berangkat nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suaranya terdengar familiar, seperti suara wanita tua. Sampailah
mereka ditempat pemberhentian, setelah menunggu, terlihat rentetan
cahaya motor mendekat dari seberang jalan setapak, Nur mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iku wong deso sing nyusul rek" (itu orang dari desanya yang jemput
kita)</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_40">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa membuang waktu, mereka pun melanjutkan perjalan. Jalanan
setapak, dengan lumpur karena gerimis, pohon besar dan gelap, dengan
kabut disana-sini, terlihat di sepanjang perjalanan.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_41">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya terdengar suara motor berderu, tanpa ada suara binatang malam,
namun, semua berubah ketika tiba-tiba, dari jauh, terdengar suara
gamelan. Suaranya
sayup-sayup jauh, namun, semakin lama semakin terdengar jelas, Nur
mengamati tempat itu, aroma bunga melati tercium menyengat di hidungnya</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_42">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masih mencari, darimana suara itu terdengar, tepat di antara rerumputan
di samping jalan setapak. terlihat, seorang wanita menunduk. Ia
menunduk, kemudian melihat Nur, di ikuti dengan lenggak-lenggok
lehernya, serta ayunan gerakan tangan dan lenganya, yang bergerak
seirama dengan suara gamelan, Nur melihat wanita itu menari.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_43">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menari di tengah malam, di tengah, kegalapan hutan yang sunyi senyap. Gerakanya
begitu anggun, meski motor terus bergerak, Nur bisa melihat ia menari
dengan sangat mempesona, seakan-akan ia bertunjuk untuk sebuah panggung
yang tidak bisa Nur lihat.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_44">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siapa yang menari di malam buta seperti ini. Nur terdiam dalam kengerian yang ia rasakan sendirian.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_45">
<div style="text-align: justify;">
ketika
motor berhenti dan sampailah di desa, Nur tidak mengatakan apapun, ia
melihat pak Prabu menyambut mereka, saat pak Prabu mempersilahkan mereka
ke tempat peristirahatan mereka selama di desa ini, Widya tiba-tiba
mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pak, kok Deso'ne pelosok men yo" (Pak, kok desanya jauh sekali ya)</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_46">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pelosok yo opo to mbak, wong tekan dalam gede mek 30 menit loh"
(pelosok darimana sih mbak, orang dari jalan raya hanya 30 menit)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur hanya melihat saja, ia tidak mau mengatakan apapun, termasuk wajah Ayu yg memerah entah karena malu atau apa. Mungkin,
Ayu merasa Widya sudah melakukan hal yang tidak sopan, sebagai tamu,
Widya memang seharusnya tidak mengatakan itu. di tengah perdebadan
antara Widya dan Ayu, tiba2 dari balik pohon jauh, sosok hitam dengan
mata merah tengah mengintai mereka. sialnya, hanya Nur yg melihat. Akhirnya, perdebadan itu selesai, Nur meninggalkan sosok itu, yg masih mengintip dari balik pohon</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_48">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia masuk ke sebuah rumah milik salah satu warga yang tidak berkeberatan,
untuk mereka tinggali selama menjalankan tugas KKN mereka, disana
rupanya perdebadan Widya dan Ayu berlanjut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_49">
<div style="text-align: justify;">
"koen
iku kok ngeyel seh, wes dikandani, gak sampe setengah jam iku mau" (kamu
kok keras kepala, sudah dikasih tau, tadi gak sampai setengah jam)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih melihat, alih-alih menengahi, Nur lebih kepikiran dengan hal
lain, salah satunya, genderuwo itu, untuk apa ia mengintainya. Namun, tetiba, Widya mengatakan sesuatu yang membuat Nur tidak bisa mengabaikanya.</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_50">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Awakmu mau krungu ta gak, onok suoro gamelan nang tengah alas mau?"
(kamu tadi dengar atau tidak, ada suara gamelan di tengah hutan tadi?!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_51">
<div style="text-align: justify;">
Namun
ucapan Widya di tanggapi Ayu dengan nada mengejek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"halah, palingan yo
onok acara nang deso tetangga, opo maneh" (halah, paling tadi kebetulan
ada yang mengadakan acara di desa tetangga, apalagi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, yang mendengar itu bereaksi pada Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yu, gak onok loh deso maneh nang kene)</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="row t-tweet">
<div class="col-12">
<div class="content-tweet allow-preview" dir="auto" id="tweet_52">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"jare wong biyen, nek krungu suoro gamelan, iku pertanda elek" (kata
orang dulu, bila mendengar suara gamelan, itu artinya sebuah pertanda
buruk)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu, berakhir, meski perdebadan masih terus berlanjut di batin mereka masing-masing. Pertanda apa yang sudah menunggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yu, aku kepingin ngomong, wong loro ae, isok kan" (Yu, aku ingin ngomong, sebentar, bisa kan?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngomong opo Nur?" (ngomong apa Nur) tanya Ayu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur dan Ayu pergi ke pawon (dapur) , wajah Nur, masih tegang, ia masih ingat, matanya tidak mungkin salah, ia melihat makhluk itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yu, aku takon. awakmu gak ngerasa aneh tah gok deso iki, awakmu jek iling, kok iso-isone pak Prabu sampek ngelarang keras, kene KKN nang kene. opo awakmu gak curiga blas tah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Yu, aku mau tanya, kamu gak ngerasa aneh'kah di desa ini, kamu ingat, kok bisa-bisanya pak Prabu sampai, melarang keras, kita KKN disini, apa kamu gak curiga)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Opo seh maksudmu ngomong ngunu?!" (apa sih maksudmu ngomong kaya gitu?!) ucap Ayu ketus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"bekne, pak Prabu nduwe alasan, lapo ngelarang awak dewe KKN nang kene" (mungkin, pak Prabu punya alasan, kenapa melarang kita KKN disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek awakmu ngomong ngene, soale perkoro Widya mau, ra masuk akal Nur, awakmu melu observasi nang kene kan ambek aku, opo onok sing aneh? gak kan. wes talah, mek pirang minggu tok ae loh".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kalau kamu ngomong begini karena perkara Widya tadi, gak masuk akal Nur, kamu sendiri ikut aku observasi disini kan, apa ada yang aneh? gak kan, sudahlah, cuma beberapa minggu aja loh)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu pergi, meninggalkan Nur. sementara Nur, tidak mungkin menceritakan apa yang ia lihat, Ayu bahkan tidak percaya dengan hal yang ghaib. Nur pun mengalah lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur" Widya memanggil, Nur pun menatap wajahnya yang sayu, tampak ia baru saja menangis, tidak aneh memang, siapa yang tidak akan menangis bila merasakan hal yang bahkan tidak masuk diakal seperti itu. "isok gak, aku jalok tulung" (bisa aku minta tolong) ucap Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tolong, ojok ceritakno yo, soal aku krungu gamelan mau, gak enak ambek warga kampung, kene kan tamu nang kene" (tolong jangan ceritakan ya, soal tadi, soal aku dengar gamelan, aku gak enak kalau sampai kedengaran warga desa, kita kan tamu disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur hanya mengangguk. Namun, sebelum Widya beranjak dari tempatnya, Nur tiba-tiba mengatakanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, asline aku mau yo krungu suara iku mau, malah, aku ndelok onok penari'ne nang pinggir tulangan mau".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Wid, sebenarnya, aku juga mendengar suara gamelan itu, malah, aku melihat ada yang menari disana)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya yang mendengar itu dari Ayu, seakan tidak percaya, mereka terdiam cukup lama, bingung harus bereaksi seperti apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes, Nur, jogo awak dewe-dewe yo, insyallah, gak bakal onok kejadian opo-opo nek kene hormat lan junjung unggah-ungguh selama nang kene"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudah Nur, jaga diri baik-baik, ya, insyallah, gak bakal terjadi apa-apa, kalau kita hormat dan menjunjung sopan santun selama tinggal di tempat ini"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ucapan Widya setidaknya membuat Nur sedikit lebih legah, namun, Nur tidak menceritakan tentang sosok Hitam yang mengintai mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam pertama, Nur, Ayu dan Widya tidur dalam satu kamar yang sama, mereka sepakat untuk menggelar tikar, Nur ada di tengah, sementara Ayu dan Widya ada disamping kanan dan kiri Nur. Terdengar binatang malam bersahut-sahutan, berlomba untuk menunjukkan eksistensinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manakala Nur sadar, 2 sahabatnya sudah tertidur lelap, ia terjaga sendirian menatap langit-langit yang berupa genting hitam dengan sarang labah-labah. Rumah desa, tentu saja. pikir Nur, memaklumi, sekat kamarpun tidak menyentuh langit, jadi Nur, bisa melihat celah disana. Ketika memikirkan kejadian hari ini, Nur tiba-tiba tersadar, bahwa, suara riuh binatang malam tidak lagi terdengar, berganti dengan suara sunyi yang memekik membuat telinga Nur menjerit dalam ngeri. Perasaan tidak enak, tiba-tiba muncul begitu saja. membuat Nur, lebih awas. Ketika pandanganya, mencoba mencari cara untuk mengurangi rasa takutnya, di tengah cahaya lampu petromax yang memancarkan sinar temberam, di sudut sekat kamar, sosok bermata merah, mengintipnya. Nur tercekat, ia beringsut mundur, menutup wajahnya dengan selimut yang ia bawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pancaran wajahnya terbayang didalam kepala Nur, mengingatnya, benar-benar membuat jantung di dadanya, berdegup kencang. ia masih ingat, tanduk kerbau di kepalanya, pancaran amarahnya seolah membuat Nur, semakin tersudut dalam ketakutan. Tanpa sadar, Nur mulai membaca ayat kursi. Satu dari banyak ayat yang diajarkan gurunya, untuk menolak rasa takut, untuk menunjukkan manusia memiliki kekuatan untuk melawan, namun, setiap ia menyelesaikan satu panjatan doa, di ikuti oleh suara papan kayu yang di gebrak dengan serampangan. Kerasnya suara itu, menghantam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur mulai menangis, menangis sendirian, ia tahu, makhluk itu masih disana, tidak terima dengan apa yang ia lakukan, salahkah bila ia meminta bantuan pada tuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salahkah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat ketika isi hati Nur menyeruak, perlahan, suara itu menghilang, hilang, hilang, berganti hening. </div>
<div style="text-align: justify;">
Nur terbangun ketika subuh memanggil, ia masih belum mengerti, apakah itu mimpi, atau benar-benar terjadi, yang ia tahu, ia harus menjalankan tugasnya, sebagai seorang muslimah yang taat, ia, tidak boleh meninggalkan sholat. Nur, hanya meyakinkan dirinya, tidak akan bercerita bahkan, kepada 2 sahabatnya, atas apa yang barusaja menimpanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi hari, pak Prabu mengumpulkan semua anak. mengatakan bahwa hari ini, ia akan memperkenalkan keseluruhan desa, dan mana saja yang bisa di jadikan proker untuk mereka kerjakan sesuai kesepakatan per'anak. Pak Prabu menjelaskan sembari berjalan, sementara anak-anak mengikutinya. Tidak ada yang menarik dari penjelasan pak Prabu tentang desa itu, bahkan pak Prabu terkesan menyembunyikan sejarah desa itu, membuat Nur semakin curiga, selain hal-hal umum, hanya Wahyu, kating'nya yang selalu menimpali ucapak pak Prabu dengan candaan, membuat tawa'nya pecah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua terasa alami, seperti KKN yang Nur bayangkan, sampai, mereka berhenti di sebuah tempat yang membuat Nur tidak nyaman. sebuah pemakaman, di sampingnya, banyak pohon beringin besar. Selain itu, pemandangan pemakaman itu, juga terkesan sangat aneh. Setiap patek (batu nisan) ditutupi dengan kain hitam, membuat Nur, atau semua orang, merasa penasaran, apa alasanya? Namun Nur, merasakan angin dingin, seperti mengelilinginya, ia tahu, ada yang tidak beres dengan tempat ini. seakan-akan, tempat ini, sudah menolaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada satu hal yang membuat Nur semakin curiga kepada pak Prabu, dimana tiba-tiba, ia terpicu oleh kalimat Wahyu, kemudian beliau melontarkan ucapan bernada mengancam, seakan-akan, pak Prabu menjaga sesuatu yang sakral namun mengancam. apa yang pak Prabu sebenarnya sembunyikan?! Untungnya, Bima langsung menengahi insiden itu, membuat pak Prabu kembali menjadi pak Prabu yang sebelumnya. Namun, Nur, seakan tahu, ia tidak sanggup lagi mengikuti kegiatan keliling desa ini, maka ia, ijin pamit untuk kembali ke penginapan, untungnya, pak Prabu mengijinkanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima, menawarkan diri untuk mengantar Nur, dan pak Prabu sekali lagi, mengijikan. Semua anak melanjutkan tour mereka bersama pak Prabu, sementara Nur dan Bima, berjalan kembali ke area rumah tempat mereka menginap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo Nur? setan maneh?" (ada apa Nur? ada hantu lagi?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari semua anak, memang tidak ada yang lebih mengenal Nur daripada si Bima, temanya bahkan saat mondok dulu. Nur hanya tersenyum kecut, menjawabnya seadanya, bila mungkin kesehatanya sudah menurun, namun Bima tahu, Nur berbohong.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang kuburan mau, rame ya" (di pemakaman tadi, rame ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ucapan Bima tidak di gubris sama sekali dengan Nur, sehingga Bima akhirnya menyerah, di tengah perjalanan pulang itu, tiba-tiba Bima menanyakan sesuatu yang membuat Nur menaruh curiga pada Bima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, aku takok. Widya wes nduwe pacar rung?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Nur, Widya itu sudah punya pacar apa belum sih?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"piye?" (gimana?) tanya Nur lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kancamu" (temanmu) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widya loh, wes onok pacar opo durung?" (Widya loh, sudah punya pacar apa belum?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"takono dewe ae yo" (tanyakan sendiri saja ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur tahu, Bima suka kepada Widya hari itu. Nur yang menghabiskan sebagian siangnya di dalam kamar, terbangun ketika Ayu memanggilnya. Semua anak sudah berkumplul, dan Ayu menunjukkan proposal proker mana saja yang sudah di setujui pak Prabu, dimana Ayu, membagi menjadi 3 kelompok, terlepas dari 1 proker kelompok. Widya dengan Wahyu, Nur dengan Anton, sementara Bima dengan Ayu. Semua anak sepakat, tidak ada yang komentar banyak, mengingat, Ayu yang paling berjasa sehingga bisa mendapatkan tempat KKN tanpa campur tangan pihak kampus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lusa, adalah awal dari persiapan proker mereka. Sore datang, ketika Nur baru saja selesai merapikan barangnya untuk persiapan proker kelompok, Widya masuk ke kamar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, ados yok" (Nur, mandi yuk)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang ndi?" (dimana?) tanya Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang Bilik sebelah kali, cidek Sinden kui loh, eroh kan awakmu, kolam cilik"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(di bilik sebelahnya sungai, ada sebuah bilik kecil, tahu kan, yang bangunanya kaya kolam itu loh)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, tidak menjawab. namun setelah memikirkan, bahwa ia belum membasuh badanya sejak pertama kali datang kesini, ia pun setuju. dengan syarat, Nur mau menjadi yang pertama mandi. Saat melewati Sinden, Nur sudah merasakan perasaan tidak nyaman, Sinden itu terdiri dari anak tangga yang di susun dengan batu bata merah, tampaknya bangunanya sudah sangat tua, ada air jernih di dalamnya, namun, Nur tidak pernah melihat ada yang menggunakan air itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu, fokus Nur tentu pada bentuk menyerupai candi kecil di belakangnya, dan di pelataran candi, ada sesajen, hal yang sudah lumrah di tempat ini, hanya saja, Nur tidak melihat adanya gangguan saat ia mengamati Sinden itu. Sampailah mereka di bilik, yang di belakangnya ada pohon besar, pohonya rindang dengan rimbun semak di samping Bilik, Widya memberitahu Nur, bila di dalamnya ada kendi besar yang sudah di isi oleh warga dari sungai, dan memang untuk mandi anak-anak KKN.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baru masuk, Nur langsung mencium aroma amis, seperti aroma daging busuk, namun Nur mencoba mengerti, mengingat Biliknya sendiri tidak terlihat seperti kamar mandi yang bersih, lantainya dari tanah, sedangkan kiri-kanan di penuhi lumut, jadi Nur mencoba memaklumi. Ia pun segera membasuh badanya dengan air di dalam kendi, namun, ada perasaan aneh ketika air membilas badanya, seperti ada benda kecil, yang mengganjal saat bersentuhan dengan kulit Nur. Ketika, di perhatikan dengan seksama, apa yang ada di dalam kendi, air itu di penuhi rambut</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur kaget, istighfar terus menerus, sembari ia beringsut mundur, ia mencoba memanggil Widya. namun aneh, tidak ada jawaban apapun dari Widya. Nur, dengan berselimut handuk, mencoba membuka pintu bilik, namun, pintu seperti di tahan oleh orang yang ada di luar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, bukak!! Wid bukak" teriak Nur, sembari menggedor pintu anyam bambu itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, tetap tidak ada jawaban apapun dari Widya, sampai, Nur menyadari, di belakangnya, ada sosok Hitam itu, besar sekali, sampai menyentuh langit bilik. Nur pun memejamkan mata rapat-rapat. Yang pertama ia lakukan adalah istighfar kencang-kencang, sembari tanganya mencari batu di tanah bilik, ketika tanganya berhasil meraih sebuah batu, Nur melemparkan kuat-kuat batu itu, sembari mengucap, doa yang di ajarkan gurunya bila bertemu lelembut, sampai, sosok itu lenyap,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Butuh waktu untuk Nur menenangkan diri, ia tahu, ia sudah di incar, namun kenapa ia di incar, ia tidak melakukan apapun yang membuatnya di incar, bahkan bila karena ia secara tidak sengaja melihat makhluk itu, seharunya bukan hanya Nur yang sial, tapi makhluk itu juga sial. Tiba-tiba pintu terbuka, dimana Widya melihat Nur dengan ekspresi ganjil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo Wid?" (kenapa Wid?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"He?" "gak popo" ucap Widya saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes ndang adus, ben aku sak iki seng jogo, cepetan yo, wes peteng" (ayo mandi, biar aku yang jaga, cepat ya, sudah mau malam)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wwalnya Widya tampak ragu, ia seperti mau mengurungkan niatnya, tidak hanya itu, Widya seperti mau mengatakan sesuatu namun kemudian mengurungkanya, ia kemudian menutup pintu bilik. Ketika Nur, berjaga di luar, ia sayup-mendengar suara orang berkidung. Penasaran, Nur mulai mencari sumber suara, dan berakhir pada gemah dari dalam Bilik. takut, hal buruk terjadi, Nur mencoba memanggil Widya, menyuruhnya agar ia segera menyelesaikanya, namun, Widya tidak menjawab teriakanya, suara kidung itu, terdengar semakin jelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari samping Bilik, ada semak belukar, Nur mencoba melempar batu darisana, namun, ia terperanjat saat tahu, dibelakang bilik ada sesaji, lengkap dengan bau kemenyan di bakar. Nur mencoba mengabaikanya, tetap berusaha memanggil sahabatnya, sampai, dari salah satu celah, ia melihat. Yang didalam bilik, bukan Widya, namun sosok cantik jelita, siapa lagi bila bukan, si penari yang Nur lihat di malam kedatanganya di desa ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita cantik itu, membasuh badanya dengan anggun, sembari berkidung dengan suara yang membuat Nur tidak tahu harus berujar apa. Dimana Widya. pikir Nur, ia tidak menemukan sahabatnya, tidak dimanapun ia mencoba melihat. Sampai, sosok itu tersenyum seolah tahu, Nur melihatnya. lalu, ia bergerak menuju pintu, membukanya, dan saat itulah, Nur melihat Widya, keluar dengan wajah kebingungan,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama diperjalanan pulang, Widya mencoba mengajak bicara Nur, namun, Nur tidak merespon ucapan Widya, ia memikirkan apa yang barusaja ia lihat bukan hal kebetulan semata. seperti sebuah pesan. Pesan apa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya dalam bahaya, atau, dirinya yang sedang dalam bahaya. Malam setelah sholat Isya, Nur berpamitan sama Ayu dan Widya, ia ingin menemui pak Prabu, untuk pengajuan proposal prokernya bersama Anton. Ayu sempat bertanya pada Nur, apakah Anton menemani, namun Nur mengatakan, ia bisa sendiri, meski Ayu menawarkan diri, namun Nur menolaknya. Ada hal yang mau di luruskan, bukan prokernya, namun apa yang sebenarnya terjadi disini, pak Prabu tahu sesuatu. setidaknya itu asumsi Nur. Dan, ia merasa harus bertemu beliau malam ini, seakan-akan ada yang membisikinya bahwa, ia harus pergi ke rumah pak Prabu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Benar saja. Pak Prabu duduk di teras rumah, seakan-akan, beliau sudah menunggunya. namun, ada sosok lain yang duduk bersamanya, seorang lelaki renta, ia duduk, sembari mengisap bakau lintingan, dan ketika Nur datang, si lelaki tua, tersenyum seperti mengenalinya. Nur mendekat, memberi salam, pak Prabu tersenyum ramah seperti biasanya, lalu mempersilahkan Nur duduk, namun, Nur lebih tertuju pada 3 gelas kopi yang tersaji.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"niki tiang'e ten pundi to pak, kopi'ne kelebihan setunggal??" (ini yang punya kemana ya pak, kopinya kelebihan satu?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iku kopi, gawe awakmu, cah ayu" (itu kopi untuk kamu, mbak yang cantik) ucap lelaki renta itu. Ia masih tersenyum, memandang Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngapunten mbah, kulo mboten ngopi" (mohon maaf kek, saya tidak minum kopi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes ta lah, di ombe sek, gak oleh nolak paringane tuan rumah nang kene yo. gak apik" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudahlah, di minum dulu, gak baik nolak pemberian tuan rumah disini. tidak bagus pokoknya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih pak" ucap Nur</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika Nur menyesap kopinya, aneh, kopi itu terasa seperti aroma melati, rasanya manis, dan ia tidak menemukan ampas, padahal dari luar, kopi itu terlihat seperti kopi hitam yang sekali lihat, bisa di rasakan rasanya akan sepahit apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si kakek bertanya. "yo opo rasane?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Enak mbah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si mbah mengangguk puas, kemudian bertanya kembali. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sak iki ceritakno, onok opo, cah ayu mrene?" (sekarang, kamu boleh cerita, kenapa kamu kesini anak cantik?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kulo bade tandet ten pak Prabu mbah" (saya mau tanya sama pak Prabu kek)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"takon perkoro" (tanya soal)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kulo di ketok'e memedi sing gedeh mbah, kulo wedi mbah, nganggo salah ten mriki, ngapunten nek kulo enten salah nang njenengan warga mriki" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(saya di ikuti oleh sosok besar kek, saya takut. apa saya sudah melakukan kesalahan, sehingga saya dikejar, apa ada yang saya perbuat dan membuat tidak nyaman warga sini, saya minta maaf sebesar-besarnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itulah, pak Prabu bicara,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ndok, guk salahmu kok, sing ngetutke awakmu, iku ngunu, gak nyaman, mbek sing mok gowo" </div>
<div style="text-align: justify;">
(nak, ini bukan salahmu, alasan kenapa kamu diikuti, karena kamu bawa sesuatu dari luar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"maksude yok nopo pak, kulo mboten ngetos maksud njenengan" (maksudnya bagaimana pak, saya tidak mengerti maksud anda)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si kakek, kemudian melanjutkan. "awakmu ndok, iku ngunu, onok sing njogo, yo. Sopo?? Mbah dok, nah, iku sing gak di terimo nang kene. ngerti ndok"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kamu itu nak, ada yang menjaga, siapa ya? nenek-nenek, nah, itu yang tida diterima disini. Paham nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kulo, njogo? ngapunten, kulo mboten paham" (saya, menjaga. mohon maaf, saya belum mengerti)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes, ngene ae, mene bengi, mampir rene maneh yo, tak duduno sesuatu"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudah begini saja, besok malam, kamu kesini, saya tunjukkan sesuatu sama kamu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski tidak mengerti maksud ucapan pak Prabu dan lelaki renta itu, Nur akhirnya kembali ke penginapanya. dengan membawa nama lelaki renta itu, yang menyebut dirinya dengan nama "Mbah Buyut". </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang pertama Nur lihat saat ia menginjak penginapan adalah, Widya. Ia seperti sudah menunggunya, dan benar saja, Widya mengajukan pertanyaan aneh, seperti darimana, kenapa tidak minta di temenin, namun, Nur tidak ingin menceritakanya, ia takut bila Widya dan yang lain terlibat. Nur langsung pergi ke kamar, beristirahat, meski pikiranya masih menerawang jauh, ia tidak tahu harus melakukan apa selain menyimpanya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berharap mendapatkan ketenangan dalam tidurnya, Nur malah mendapat mimpi, tak terlupakan, sepeti sebuah pesan untuknya. Di mimpi itu, Nur melihat sebuah tempat, banyak pepohonan yang tumbuh, salah satu yang tidak akan pernah Nur lupakan adalah pohon Jati kroyo atau lebih dikenal dengan nama jati belanda yang tumbuh di sepanjang mata memandang, bukan hanya itu, ada rimbun tumbuh tanaman beluntas. Aroma dedaunan beluntas yang wangu, membuat Nur mengingat kembali saat ia masih tinggan di pesantren, namun, Nur sadar, bahwa ia saat ini, berdiri di tengah hutan belantara, sendirian, dengan kegelapan malam yang menyiutkan nyalinya. Nur, mulai berjalan, menyusuri tanah lapang. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejauh mata memandang, Nur hanya melihat pepohonan yang besar diselimuti kabut keputihan, tepat ketika Nur tengah berjalan, ia mendengar riuh sorai dari kejauhan, dari suara itu, terdengar ramai orang, entah ada apa, sehingga keramaian itu, membuat Nur penasaran, ia pun mendekati. Semakin mendekati sumber suara, Nur merasa janggal, entah apakah dari balik pepohonan atau semak belukar, ada yang tengah mengasinya, Nur hanya mengucap kalimat yang bisa menguatkan batinya, bahwa ia, disini, bukan berniat menganggu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mbah, ngapunten, cucu'ne numpang lewat, mboten gada niat nganggu. ngapunten nggih mbah" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(mbah, mohon maaf, cucu'mu hanya ingin lewat, tidak ada keinginan mengganggu, mohon maaf ya mbah)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat itu, terus Nur, ucapkan. dan, sampailah, ia, di keramaian itu. Banyak sekali orang, mulai dari yang tua, hingga yang muda, dari anak-anak sampai remaja, mereka semua berkumpul menjadi satu, didepan sebuah sanggar besar, ada alunan musik gamelan, yang mengalun merdu, tepat, ditengah sanggar, ada sosok penari yang sangat cantik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, tidak pernah tahu, ada tempat seperti ini di desa ini, sebelumnya, ia memang tidak mengikuti pak Prabu saat mengajak semua rombongan temanya berkeliling kampung, maka, saat itu, Nur hanya berpikir, di tempat inilah, warga kampung mengadakan hajatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih belum menyadari, kenapa dan bagaimana ia bisa sampai disana, yang ia tahu, ia tersesat sampai akhirnya berakhir ditempat ini. Ketika, Nur tengah asyik menikmati pertunjukkan itu, tiba-tiba, terdengar sayup seseorang berteriak, anehnya, hanya Nur yang merasa mendengarnya. Teriakanya pilu, meminta tolong, Nur pun meninggalkan keramaian itu, matanya awas, mencari sumber suara yang meminta tolong itu, naas, ketika Nur tengah berjalan, ia terpelosok jatuh dari sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi, mencoba bangkit, Nur melihat kakinya mati rasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itulah, Nur melihatnya. Seekor ular tengah menatapnya, ia mendesis, membuat Nur hanya bisa terpaku melihatnya. Sisiknya hijau zambrud, meski ukuranya tidak terlalu besar, ular itu cukup membuat Nur ketakutan, dengan tenaga yang tersisa, Nur merangkak menjauhinya. Masalahnya, adalah, setelah itu, muncul orang yang Nur kenal, sosok yang berjalan mendekati Nur, Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya memeluk ular itu, seperti peliharaanya, membiarkan ular itu, melilit lenganya, seakan-akan ular itu adalah temannya. Melihat itu, Nur tidak tahu harus bicara apa karena setelah itu, Nur tersentak dari tidurnya setelah mendengar suara bising dari luar rumah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski masih dalam keadaan shock, Nur segera berlari menuju suara bising itu, rupanya, di luar rumah, ramai orang tengah berkumpul. Nur melihat, Wahyu, Ayu, ibu pemilik rumah, Widya. Entah apa yang mereka lakukan, Nur belum mengerti sama sekali. Yang ia dengar hanya ucapan ibu pemilk rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wes, wes, ayo ndok, melbu ndok, wes bengi" (sudah, sudah, ayo masuk, sudah malam)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, ketika mata Nur dan Widya bertemu, ada tatapan kebingungan disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu kembali ke posyandu tempat ia menginap, sementara si ibu pemilik rumah, menggandeng Widya masuk ke rumah, hanya tinggal Ayu dan Nur yang ada di luar rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo toh yu, kok rame men?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(ada apa sih yu, kok berisik sekali?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wahyu. jarene ndelok Widya nari nang kene. mboh lapo, aku yo kaget pas ndelok, gak onok Widya nang kamar" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Wahyu, bilang, melihat Widya sedang menari disini, entahlah kok bisa, aku juga kaget waktu melihat Widya tidak ada didalam kamar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang mendengar itu, hanya diam, sembari memikirkan mimpinya. Widya, hanya itu yang terbesit dalam pikiranya Nur. ia tahu, ada yang janggal dari dirinya, Widya dan tempat ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keesokan hari. sesuai janji yang Nur buat, ia bertemu dengan mbah Buyut dengan pak Prabu, kali ini, Nur di ijinkan masuk ke dalam rumahnya. Yang mbah Buyut pertama ucapkan adalah, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ndok, mambengi ngimpi opo?" (nak, semalam kamu mimpi apa?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur pun menceritakan semuanya, termasuk insiden saat ia melihat Widya yang di pergoki Wahyu tengah menari di malam buta. Mbah buyut hanya mengangguk, tidak berbicara apapun, ia hanya berujar, bahwa, yang ingin di ketahui Nur, adalah sosok hitam yang mengikutinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu juga, pak Prabu, mbah Buyut, dan Nur pergi ke sebuah batu, tempat pertama kali Nur melihat sosok hitam itu. Di sana, pak Prabu, menggorok seekor ayam, dimana darahnya di tab di sebuah wadah, sebelum menyiramkanya di batu itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ndok, awakmu percoyo, nek gok alas iki, onok deso maneh, sing jenenge Deso Brosoto" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(nak, kamu percaya, di hutan ini, ada desa lain yang namanya desa halus)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur mengangguk, ia percaya. Mbah Buyut tersenyum, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sing bakal mok delok iki, siji tekan atusan ewu wargane deso iku"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(yang akan kamu lihat sebentar lagi, itu satu dari ratusan ribu penghuni dari desa tersebut)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur terdiam mendengarnya, dan benar saja, ia bisa meihat makhluk hitam itu, tengah menjilati batu yang baru di guyur darah ayam kampung itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makhluk itu, hanya menjilati darah itu, kemudian, pak Prabu mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu sadar utowo gak, asline, awakmu gowo barang alus sing di anggap tamu nang deso iki, coro alus'e ngunu yo ndok" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kamu sadar atau tidak, sebenarnya, membawa tamu ke desa ini, cara gampangnya gitu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tamu sing mok gowo, iku ngunu seneng ngejak geger ambeh warga deso iki" (tamu yang kamu bawa itu, suka sekali membuat masalah di desa ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"masalahe, sing mok gowo iku wes di kunci nang njero Sukmo'mu, nek di jopok, awakmu isok mati" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(masalahnya, barang itu sudah terikat di sukma kamu, bila di ambil, bisa mati)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wes ngerembukno karo mbah Buyut, nek barangmu gak usah di jopok, tapi, di culno, selama awakmu masih onok nang kene, barangmu kepisah ambek awakmu"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku sudah berunding sama mbah Buyut, bila apa yang ada dalam diri kamu, gak usah diambil, tapi di lepaskan saja, selama kamu masih disini, dia tidak akan pergi jauh)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"barang nopo to mbah?" (barang seperti apa?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah Buyut mendekati Nur, sebelum, menarik ubun-ubunya, kemudian melemparkanya ke batu itu. Setelah itu, Nur, tidak bisa melihat makhluk hitam itu lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes mari ndok, sak iki, awakmu isok fokus garap tugasmu, gak bakal onok sing nganggu maneh" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudah selesai nak, sekarang, kamu bisa fokus garap tugasmu, gak akan ada yang ganggu kamu lagi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siang itu, Nur dan Anton, tengah mengerjakan proker mereka bersama warga desa, ketika hari sudah siang, ia tanpa sengaja melihat Widya dan wahyu, serta pak Prabu dan Ayu tengah mengendarai motor, mereka pergi meninggalkan desa, entah kemana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, kancamu iku loh kok aneh seh" (Nur, temanmu itu kok aneh sih) tiba-tiba, Anton mengatakan itu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aneh? sopo?" (aneh, siapa?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sopo maneh, kancamu, Bima" (siapa lagi, temanmu, si Bima)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aneh yo opo?" (aneh bagaimana?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku gelek ndelok cah kui ngomong dewe, ngguya-ngguyu dewe nang kamar, trus, sepurane yo Nur, aku tau ndelok arek' Onani" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku sering melihat anak itu bicara sendiri, tersenyam-senyum di kamar, bahkan, aku pernah melihatnya, mohon maaf ya Nur, anak itu Onani dalam kamar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang mendengar itu tidak bereaksi apapun, hanya berucap,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"halah, gak mungkin lah" seakan apa yang dikatakan Anton hanya gurauan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"temen? sumpah!!" (serius? beneran!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ambek, ojok ngomong sopo-sopo yo, temen yo, tak kandani?" (sama, tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kancamu kui, gelek gowoh muleh sesajen, trus, di deleh nang nisor bayang'e," </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(temanmu itu, sering membawa pulang sesajen, trus dia menaruh benda itu di bawah ranjang)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih mencoba menahan diri, ia masih tidak bereaksi mendengar Bima di tuduh seperti itu oleh Anton. Namun, seketika emosi Nur tak terbendung saat Anton mengatakan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"trus, nang ndukur Sesajen iku, onok fotone kancamu, Widya, opo, Bima kate melet Widya yo" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(trus, di atas sesajen itu, aku menemukan foto temanmu, Widya, apa, Bima mau pelet si Widya ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu gor di jogo yo lambene, ojok maen fitnah yo" (kamu itu, tolong di jaga mulutnya, jangan maen fitnah seperti ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek awakmu gak percoyo, ayok tak jak nang kamare, ben awakmu ndelok, nek aku gak mbujuk" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kamu kalau gak percaya ayo sini ikut, tak tunjukkan kalau aku tidak pernah berbohong)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
mendengar Anton menantang seperti itu, saat itu juga, Nur mengikuti Anton yang tengah berjalan menuju tempat mereka menginap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
seketika Nur tidak bisa berbicara apa-apa saat melihat itu di depan mata kepalanya sendiri, seperti Nur ingin menghantam kepala Bima saat itu juga. ia tidak pernah tahu, Bima segila ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
teman sepondok pesantrenya jadi seperti ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wani ngajak awakmu awan ngene soale aku apa nek ngene iki, Bima nang kebon kaspe ambek Ayu, nggarap proker'e, gak masalah opo-opo, tapi, asline aku wedi yu, ben bengi, aku krungu suoro arek wedok nang kene"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(alasan kenapa aku berani ngajak kamu kesini karena aku tahu, si Bima dan Ayu pasti sekarang garap prokernya di kebun ubi, bukan masalah apa-apa sih, tapi sebenarnya aku takut, setiap malam, aku dengar suara perempuan disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ucapan Anton yang terakhir, membuat Ayu tidak dapat bicara lagi, saat ia, termenung sendiri, entah kenapa, insting Nur, mengatakan ada yang di sembunyikan oleh temanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sopo sing nang kamar ambek Bima?" (siapa yang ada dikamar sama Bima?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo iku masalahne" (itu masalahnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ben tak enteni cah iku metu, gak onok sing metu takan kamare" (setiap tak tungguin, tidak ada yang keluar dari kamarnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, tiba-tiba mendekati almari, ia merasa mendengar sesuatu disana. Tepat ketika, almari itu terbuka, Nur dan Anton tersentak kaget saat melihat, ada ular didalamnya. Ular itu berwarna hijau, kemudian lenyap setelah melewati jendela posyandu. Anton dan Nur hanya saling menatap satu sama lain, tidak ada hal lagi yang harus mereka bicarakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semenjak saat itu, Nur selalu mengawasi Bima, bahkan ketika akhirnya pak Prabu tiba-tiba mengatakan bahwa mereka semua akan tinggal satu atap, meski terpisah dengan sekat. Dari situ juga, Nur jadi lebih tahu, Bima seringkali mengawasi Widya tanpa sepengetahuan siapapun. Yang paling tidak bisa Nur lupakan adalah, saat ia bertanya perilah kenapa ia jarang melihat Bima sholat lagi. Bima selalu berdalih, tidak ada alasan kenapa ia harus mengatakan pada orang saat ia beribadah. Meski Bima selalu bisa membalik pertanyaan Nur, ia tahu, Bima berbohong. Puncaknya, ketika itu, sore hari, Nur barusaja selesai sholat asar di dalam kamar, tiba-tiba, ia mendengar suara bising dari samping kamar, Nur pun beranjak, mencari sumber suara. Manakala ketika ia mencari, ia melihat Bima, sedang menabur sesuatu di tempat dimana Widya biasa duduk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, yang selalu membersihkan bunga-bungaan itu. aneh, namun kelakukan Bima semakin membuat Nur penasaran. Namun, masalah tidak hanya berhenti di Bima saja, melainkan sahabatnya Widya. Setelah maghrib, Nur pergi ke dapur untuk minum, saat, ia melihat Widya menatapnya. Wajahnya kaget dan bingung melihat Nur, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo Wid?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanya Nur yang juga kaget dan bingung. Mata mereka saling bertemu, namun, hanya untuk saling mengamati satu sama lain. Ketika Nur mendekati Widya, tiba-tiba Widya berlari ke kamar, lalu kembali menemui Nur, matanya tampak seperti barusaja melihat setan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo toh asline?" (ada apa sih sebenarnya?) tanya Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur melihat tangan Widya sampai gemetaran. Nur tidak tahu, kenapa Widya menjadi seperti ini, sampai pertanyaan Ayu, membuat Nur terhenyak dan menyadari anak-anak semua berkumpul disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ramene, onok opo toh" (ramai sekali, ada apa sih) tanya Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak eroh, cah iki, di jak ngomong ket mau, meneng tok" (tidak tahu, anak ini, di ajak ngomong diam saja daritadi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo Wid?" (kenapa Wid?) tanya Wahyu yang mendekati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tanganmu kok sampe gemetaran ngene, onok opo seh asline?" (tanganmu kok sampai gemetar begini, ada apa?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kata Anton tidak kalah penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur jupukno ngombe kunu loh, kok tambah meneng ae" (Nur ambilkan air minum gitu loh, kok malah diam saja)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kaget mendengar teguran Anton, Nur lalu mengambil teko air, dan memberikanya pada Widya, disini hal mengerikan itu terjadi. Ketika Widya meneguk air dari teko yang sama dengan teko yang Nur minum tadi, tiba-tiba Widya berhenti meneguknya, membiarkan air itu berhenti di dalam mulutnya, lantas, Widya kemudian memasukkan jemarinya ke dalam mulut, dan darisana, keluar berhelai-helai rambut hitam panjang. Nur dan yang lainya terperangah manakala Widya menarik sulur rambut itu dengan tanganya, tidak ada yang bisa berkomentar. Lalu, Widya memeriksa isi teko, disana, semua orang melihat, didalamnya, ada segumpal rambut hitam panjang didalamnya. Insiden itu membuat Widya memuntahkan isi perutnya, di tengah ketegangan itu, Anton tiba-tiba berucap </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, awakmu di incer ya, nek jare mbahku, lek onok rambut gak koro metu, iku nek gak di santet yo di incer demit"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Wid, ada yang ngincar kamu ya, kalau kata kakekku, bila tiba- keluar rambut entah darimana, biasanya kalau tidak di santet ya di incar setan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ucapan Anton, membuat suasana semakin tidak kondusif, ditengah kepanikan itu, tiba-tiba Nur, teringat dengan sosok penari yg ia lihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, opo penari iku jek ngetutno awakmu, soale ket wingi, aku gorong ndelok nang mburimu maneh" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Wid, apa penari itu masih mengikuti kamu, soalnya dari kemarin, aku belum melihatnya lagi) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ucapan spontan Nur, membuat semua orang mengerutkan dahi, sehingga Nur akhirnya diam. Setelah kejadian itu, Nur merasa bersalah, sehingga ia mencoba menjauhi Widya, disini, tanpa sengaja, Nur mencuri dengar suara seseorang yang tengah berteriak satu sama lain. Nur terdiam untuk mendengarkan. Rupanya, suara itu berasal dari Ayu dan Bima. Untuk apa mereka berkelahi. Ada satu kalimat yang paling di ingat oleh Nur, adalah, kalimat ketika Bima mengatakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang ndi Kawaturih sing tak kek'no awakmu, aku kan ngongkon awakmu ngekekno nang Widya seh!!! kok arek'e gorong nerimo iku!!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(dimana mahkota putih yang aku serahkan sama kamu aku kan sudah nyuruh kamu memberikanya kepada Widya!! kok dia belum nerima benda itu!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur tidak memahami maksud mahkota putih itu, namun, Nur mengerti, ada sesuatu, diantara mereka. Semenjak kejadian itu. Nur merasa, firasatnya semakin buruk, di mulai dengan suara berbisik dari warga. Banyak warga yang mengeluhkan bahwa proker Ayu dan Bima adalah proker yang paling banyak di tentang, namun Nur belum paham alasan kenapa di tentang. Sampai Anton memberitahu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima, kancamu kui, kate gawe rumah bibit, nang nduwor Tapak tilas, yo jelas di tentang, wong enggon iku keramat" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(temanmu si Bima, dia mau buat rumah bibit, di jalan tapak tilas, tentu saja banyak yang gak terima, itu tempat di keramatkan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih belum mengerti maksud Anton.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tapak tilas, nggon opo iku, kok sampe di larang, kan bagus proker'e gawe kemajuan desa iki" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Tapak tilas itu tempat apa, kok sampai di larang, kan bagus proker mereka untuk kemajuan desa ini) ucap Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo aku gak eroh, wong, di larang kok" (ya aku mana tau, pokoknya di larang)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang ndi seh, nggon iku, kok aku gak eroh, awakmu isok ngeterno aku gak?" (dimana sih tempatnya, kok aku gak tau, kamu bisa antarkan aku kesana) ucap Nur penasaran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Lha matamu, gendeng'a wong pak Prabu ae mewanti ojok sampe melbu kunu, iku ngunu langsung alas"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(lha, matamu, gila aja, pak Prabu sendiri melarang masuk kesana, itu tempat langsung ke hutan belantara)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, Nur masih penasaran, sehingga ia tetap bersikeras mau kesana, jadi ia bertanya pada Anton meski dengan mengatakan bahwa ia bertanya untuk menghindari tempat itu. Anton, setuju. Ia memberitahu ancer (letak) tempat itu berada, yang ternyata adalah lereng bukit dengan satu jalan setapak ke atas, di sampingnya, memang adalah perkebunan ubi tempat Bima dan Ayu melaksakan proker, namun, sore itu, 2 anak itu tidak ada disana. entah kemana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah selesai memberitahu, Anton mengajak Nur pergi darisana, namun, Nur mengatakan, sore ini ada janji temu dengan pak Prabu, jadi jalan mereka akan berpisah disini. meski awalnya Anton curiga, namun akhirnya ia percaya dan pergi. Setelah Anton pergi, Nur menatap tempat itu. Ia menatap lama, gapura kecil, sama seperti yang lain, ada sesajen disana, tidak hanya itu, gapura itu di ikat dengan kain merah dan hitam, yang menandakan bahwa tempat itu sangat di larang, namun, insting rasa penasaranya sudah tidak tertahankan lagi, seperti memanggil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalanya menanjak dengan sulur akar dan pohon besar disana-sini, butuh perjuangan untuk naik, namun anehnya, jalan setapak ini seperti sengaja di buat untuk satu orang, sehingga jalurnya mudah untuk di telusuri, menyerupai lorong panjang dengan pemandangan alam terbuka. Nur menyusuri tempat itu, langit sudah berwarna orange, menandakan hanya tinggal beberapa jam lagi, petang akan datang. Meski tidak tahu apa yang Nur lakukan disini, namun perasaanya seolah terus menerus mendesaknya untuk melihat ujung jalan setapak ini, kemana ia membawanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Angin berhembus kencang, dan tiap hembusanya, membawa Nur semakin jauh masuk ke dalam, ia tidak akan bisa keluar dari jalan setapak karena rimbunya semak belukar dengan duri tajam yang bisa menyayat kulit dan kakinya. Namun, ia semakin curiga, semakin masuk, sesuatu ada disana. Tetapi, ia harus kecewa, ketika di ujung jalan, bukan jalan lain yang ia lihat, namun, semak belukar dengan pohon besar menghadang Nur, di bawahnya di tumbuhi tanaman beluntas yang rimbun, jalan ini, tidak dapat di lewati lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu, kenapa tempat ini seolah di keramatkan. Apa yang membuat tempat ini begitu keramat bila hanya sebuah jalan satu arah seperti ini. Langit sudah mulai petang, Nur bersiap akan kembali, tetapi, langkahnya terhenti saat ia merasa ada hembusan angin dari semak beluntas di depanya, ia pun, menyisir semak itu, sampai. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur melihat sebuah undakan batu yang di susun miring, ia tidak tahu, rupanya ia berdiri di tepi lereng bukit, meski awalnya ragu, Nur akhirnya melangkah turun, menjajak kaki dari batu ke batu sembari berpegang kuat pada sulur akar di lereng, ia sampai di bawah dengan selamat. Seperti dugaanya, ada tempat tak terjamah di desa ini, manakala Nur melihat dengan jelas, sanggar atau bangunan yang lebih terlihat seperti balai sebuah desa, namun, kenapa tempat ini tidak terawat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur berkali-kali melihat langit, hari semakin gelap, namun, ia justru mendekat. Layaknya sebuah tanah lapang dengan bangunan atap yang bergaya balai desa khas atap jawa, Nur mengamati tempat itu setengah begidik. Selain kotor dan tak terurus, tidak ada apapun disini, kecuali, sisi ujung dengan banyak gamelan tua tak tersentuh sama sekali. Butuh waktu lama untuk Nur mengamati tempat ini sampai ia mengambil kesimpulan, tempat ini sengaja di tinggalkan begitu saja, Kenapa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia menyentuh alat musik kendang, mengusapnya, dan semakin yakin, tempat ini sudah sangat lama di tinggalkan. Setiap Nur menyentuh alat-alat itu, ia merasa seseorang seperti memainkanya, ada sentuhan kidung di telinganya. Nur sendirian, namun, ia merasa, ia berdiri di tengah keramaian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegelapan, sudah menyelimuti tempat itu, langit sudah membiru, namun. Nur merasa tugasnya belum selesai. Sampai, Nur tersentak oleh sebuah suara Familiar yang memanggil namanya. Ketika Nur berbalik menatap sesiapa yang baru saja memanggilnya, Nur mematung melihat Ayu, berdiri dengan muka tercengang, dari belakang, muncul Bima, tidak kalah tercengang. Suasana menjadi sangat canggung</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yu, Bim? kok nang kene?" (yu, bim, kok kalian ada disini?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu dan Bima hanya mematung, tidak menjawab pertanyaan Nur sama sekali, hal itu, membuat Nur mendekati mereka, melewatinya dan kemudian ia melihat ada sebuah gubuk di belakang bangunan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur berbalik, ia kecewa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bim, abah karo umi nek eroh kelakukanmu yo opo yo, sebagai konco, aku gak nyongko loh Bim" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Bim, Abah sama Umi kalau tahu perbuatanmu gimana ya, sebagai temamu lama, aku tidak menyangka hal ini sama sekali)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima hanya diam, Ayu, apalagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, tolong" ucap Ayu, menyentuh lengan Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku gak ngomong mbek koen yu, aku ngomong karo Bima" (aku gak bicara sama kamu yu, aku mau bicara sama Bima)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tatapan Nur membuat Ayu beringsut mundur, Bima masih diam, sebelum Nur akhirnya menggampar tepat di pipinya Bima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes ping piro?" (sudah berapa kali?) tanya Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pindo'ne" (kedua kalinya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur tidak tahu harus berucap apa, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sek ta lah, opo sing jare Anton nek krungu suara cah wadon gok kamarmu iku koen ambek Ayu!!" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(tunggu, ini artinya, apa yang dikatakan Anton soal dia dengar suara perempuan di kamarmu itu kamu sama ayu!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, Bima menatap wajah Nur dengan kaget, tidak hanya itu, Ayu juga terperangah tidak percaya, kemudian menatap Bima dengan sengit, seakan Nur salah bicara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"maksude Nur?" (maksudnya Nur?!) tanya Ayu kaget.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bim, ojok ngomong awakmu!!" (Bim jangan bilang kamu!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes wes, ayo mbalik, engkok tak ceritakno kabeh, tulung, ojok ngomong sopo sopo dilek yo Nur" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudah, ayo kembali dulu, nanti tak ceritakan semua, tolong jangan ngomong ke siapa2 dulu, ya Nur)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, Ayu dan Bima pergi. Wajah Bima tegang, seakan-ia di kejar sesuatu, hingga akhirnya ia keluar dari tempat itu, langit sudah gelap gulita, dan Nur, merasa ada yang mengikuti mereka semua. Setelah sampai di rumah, Nur meminta Bima dan Ayu berkumpul di belakang rumah, sementara Anton menyesap rokok di teras, sedangkan Wahyu dan Widya, belum juga pulang, mereka tidak tahu masalah ini, karena Nur merasa hal ini memang tidak seharusnya di ketahui semua orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sak iki ceritakno kok iso'ne kanca KKN dewe loh di garap ngene" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sekarang ceritakan, saya mau dengar, kok bisa ya, teman KKN di hajar seperti ini) kata Nur, Ayu masih diam, ia memikirkan ucapan Nur yang tadi, Bima mulai berbicara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"khilaf aku Nur" kata Bima, seakan apa yang di ucapkan dari mulutnya terdengar sepele,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak isok nek ngunu, bakal tak gawe rame masalah iki ambek keluargamu, lanang iku kudu wani tanggung jawab ambek perbuatane" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(tidak bisa seperti itu, akan ku buat ramai nanti sama keluargamu, laki-laki harus berani bertanggung jawab atas perbuatanya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu yang sedari tadi diam, kemudian bicara. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, tolong, ojok di gawe rame disek, yo opo engkok reaksine warga, pak prabu, utowo arek2" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Nur, tolong, jangan di buat ramai dulu, gimana coba reaksi semua orang) Ucap Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku bakal tanggung jawab Nur, muleh tekan kene, Ayu bakal tak rabi Nur" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku akan tanggung jawab, Ayu akan saya nikahi habis pulang darisini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"goblok ya wong loro iki, dipikir masalah iki mek masalah mu tok tah, gak mikir aku, gak mikir Widya, gak mikir liane, gak mikir jeneng kampusmu, gak mikir keluargamu, gak mikir agamamu, nek ngomong mu mek ngunu, penak yo, kari rabi tok, gak iling opo iku karma yo"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(goblok ya kalian, di kira ini masalah sepele, gak mikir aku, gak mikir Widya, gak mikir yang lain, gak mikir nama kampusmu, gak mikir keluargamu, kalau memang cuma masalah pernikahan ya enak ya, tapi kalian lupa dengan yang namanya karma tabur tuai)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu yang mendengar itu perlahan sesenggukan, Nur tahu, ia menangis, namun Bima, ia seperti menyembunyikan sesuatu. ada yang belum ia jelaskan sama sekali. Anton tiba-tiba muncul sembari mengatakan, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah loro iku wes teko, mboh tekan ndi, mosok moleh sampe bengi ngene" (itu loh, dua temanmu sudah datang, entah darimana, masa pulang sampai larut begini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widya karo wahyu ton?" (Widya sama wahyu ya ton)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anton mengangguk. "iyo"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur melihat Widya, wajahnya tampak letih, sperti barusaja mengalami kejadian tidak mengenakan, semua orang sudah menunggu kedatangan dua anak ini, yg berjanji akan membelikan keperluan titipan mereka, namun, dari belakang, Wahyu tampak sangat bersemangat seakan ia membawa sesuatu. Entah karena suasana hati semua orang buruk di ruangan itu, Bima mencoba mencairkan suasana, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"loh, kok kaku ngene seh" (kok jadi canggung gini sih) Bima mendekati Widya,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu pasti pegel kan," "istirahat sek Wid" (kamu pasti kecapekan kan, yao istirahat dulu Wid) kata Bima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, Nur dan ayu, memandang sengit perlakuan Bima, sehingga Widya merasa ada yang salah dengan mereka semua. Namun, Wahyu yang sedari tadi menggendong isi tasnya, langsung mengambil alih perhatian mereka, dengan nafas menggebu-nggebu, ia bercerita pengalamanya yang baru saja di tolong warga desa tetangga karena motornya mogok, namun, anehnya, semua orang memandang Wahyu dengan sinis. Bima yang pertama menanggapi ucapan Wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Deso tetangga opo? gak onok maneh deso nang kene?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(desa tetangga apa, gak ada lagi desa disini) kata Bima mengingatkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"halah, ngapusi, eroh teko ndi awakmu?!" (halah, bohong kamu, tahu darimana?) Sanggah Wahyu saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wes sering nang kota, mbantu warga deso dodolan hasil alam, dadi gor titik aku paham wilayah iki" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku sudah sering ke kota, bantu warga jual bahan alam disini, jadi ya tau sedikitnya daerah ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngapusi koen halah tot" (bohong kamu dasar, sial)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang sedari tadi mendengar, membantu Bima, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"bener mas wahyu, gak onok deso maneh nang kene," </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(bener mas Wahyu, gak ada lagi desa disini.)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alih-alih setelah mendengar itu, Wahyu semakin tidak terima,ia kemudian memanggil Widya, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid duduhno opo sing di kek'I ambek warga sing nang tasmu".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Wid tunjukan oleh-oleh yang di kasih tadi sama warga di dalam tasmu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan enggan Widya membuka isi tasnya, Wahyu yang sudah tidak sabar segera merebutnya, meraihnya dengan tanganya, namun, ekspresinya berubah manakala ia mengeluarkan barang itu. Widya yang melihat benda itu sama kagetnya dengan wahyu, namun Nur yang melihatnya tampak bingung, pun dengan semua orang saat itu, benda seperti apa yang di bungkus dengan pelepah daun pisang seperti itu. Nur sempat melihat Wahyu dan Widya bertukar pandang, ia tahu ada yg salah. Saat Wahyu membukanya, kaget, yang ada di dalamnya rupanya adalah kepala monyet terpenggal dengan darah yang masih segar. Seketika, reaksi semua orang membalikkan wajahnya, termasuk Nur yang segera mengambil kain untuk menutupinya, baunya amis dan membuat seisi ruangan mual</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu tampak shock, Widya apalagi, Ayu segera membopongnya masuk ke dalam kamar, sementara Bima dan Anton, segera membereskan semua itu. Wahyu, ia muntah sejadi-jadinya, semalaman, semua orang termenung dengan berbagai kejadian ganjil, termasuk Nur, dimana Widya mencuri pandang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam setelah Widya dan Ayu melepas penat, Nur terbangun, ia tiba-tiba teringat dengan ucapan Bima dan Ayu yang tanpa sengaja ia curi dengar. Dengan cekatan dan mengambil resiko, Nur mengambil isi tas Ayu, membawanya menuju ke pawon (dapur) sendirian. Ia merasa, benda itu disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur membongkar semua benda-benda itu, namun, tidak ada yang aneh, toh dia sudah mengeluarkan isi tasnya, sebelum, Nur sadar, masih ada resleting tas yang belum ia buka, tepat ketika Nur membukanya, ia bisa mencium aroma wewangian di dalamnya. Sebuah selendang hijau milik penari. Tiba-tiba, tangan Nur seperti gemetar hebat, nafasnya menjadi sangat berat, tempat ia berada seakan-akan menjadi sangat dingin. Dan, tabuhan kendang di ikuti alunan gamelan berkumandang, Nur tahu, si penari ada disini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apa yang Ayu sebenarnya lakukan? Apa yang Bima sembunyikan? Tepat saat itu juga, Nur melihat dengan mata kepala sendiri, Widya melangkah masuk ke pawon (dapur) matanya tajam menatap Nur, kaget setengah mati, Nur bertanya pada Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nyapo Wid awakmu nang kene?" (ngapain kamu wid, ada disini?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun Widya hanya berujar </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ojok di terusno" (jangan diteruskan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya duduk di depan Nur, cara Widya berbicara sangat berbeda, mulai dari suara sampai logat cara menyampaikan pesanya, itu khas jawa sekali yang sampai Nur tidak begitu mengerti. yang Nur tangkap hanya kalimat "salah" "nyawa" "tumbal" itu pun tidak jelas. Selain itu, setiap dia melihat Nur, ia seperti memberikan ekspresi sungkan, sepeti anak muda yang memberi hormat kepada orang tua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat terakhir yang Widya ucapkan sebelum kembali ke kamarnya adalah, "kamu bisa pulang dengan selamat, saya yang jamin" tapi dengan logat jawa. Nur membereskan semuanya saat itu juga, ia mengembalikan tas Ayu pada tempatnya, sempat ia melihat Widya yang tengah tidur, ia mengurungkan niat untuk membangunkanya, esok, ia harus bertemu dengan Bima, Nur yang paling sadar, tempat ini sudah menolak mereka semua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak insiden itu, Ayu menghindari Nur, terlebih Bima apalagi, meski begitu, tidak ada yang nampak bahwa mereka sedang memiliki urusan, Widya wahyu dan Anton pun, di buat tidak sadar, bahwa ada permasalah internal pada kelompok KKN mereka. Nur, bingung, tidak ada yang bisa untuk di ajak berbagi, kecuali. mbah Buyut, namun, ia tidak tahu dimana beliau tinggal, pun Nur sudah mencoba mengelilingi desa, tak di temui sosok lelaki tua itu, sehingga akhirnya, Nur berinisiatif menyelesaikan ini sendiri, ia menemui Bima, sore itu, mengajaknya ke tepi sungai</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ceritakno sing gak isok mok ceritakne nang ngarep'e Ayu" (ceritakan yang gak bisa kamu ceritakan didepan Ayu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima tampak menimbang apakah dia harus bicara atau tidak sampai akhirnya ia menyerah dan mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku khilaf Nur" kata Bima,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah iki, pancet ae" (benar2 ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak, gak iku. aku pancen khilaf wes ngunu ambek ayu, tapi aku luweh khilaf, wes nyobak-nyobak melet Widya" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(bukan, bukan itu, aku memang khilaf sudah melakukan itu sama Ayu, tapi aku lebih khilaf sudah mencoba membuat Widya suka sama aku)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"maksude?" tanya Nur penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang nggon sing mok parani, iku onok sing jogo, arek wedok ayu, jeneng'e dawuh" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(di tempat yang kamu datangi ada penjaganya, seorang perempuan cantik, namanya dawuh)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"jin" tanya Ayu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak. menungso" (tidak. manusia)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mosok onok, iku ngunu jin," (mana ada, itu jin)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terjadi perdebadan sengit antara Nur dengan Bima, dengan bersikeras Bima mengatakan yang ia temui seorang perempuan warga desa ini. Namun, Nur membantah, tidak ada yang tinggal disana, lagipula tempat itu di larang sejak awal. namun, Bima terus menolak sampai tanpa sengaja menampar Nur, hingga terseok di tepi sungai, Nur pun menghujani Bima dengan batu, seakan-akan kepala Bima sudah tidak beres, sampai akhirnya Bima mengatakan, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"arek iku, wes ngekek'i aku, Kawaturih kanggo Widya, jarene iku jimat ben aku ambek arek'e di persatuno".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(perempuan itu, sudah memberiku semacam mahkota putih yang ada di lenganya, yang katanya, itu bisa membuat Widya selalu nempel sama aku)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang mendengar itu, semakin tersulut, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"goblok yo koen, gorong 4 tahun, wes rusak utekmu, syirik koen Bim"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(bodoh ternyata kamu ya, belum 4 tahun sudah rusak isi kepalamu, yang kamu lakukan itu menyekutukan Bim)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang ndi barang iku sak iki?" (dimana sekarang barang itu?) tanya Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"di gowo Ayu, nek jarene, wes ilang" (dibawa oleh Ayu, katanya, sudah hilang)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku gak ngurus Bim, balekno barang gak bener iku, awakmu gak paham ambek kelakuanmu, iku ngunu isok gowo balak"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku tidak perduli, gimana caranya, kembalikan barang itu, kamu gak mengerti, perbuatanmu, bisa mendatangkan malapetaka)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur pergi, sekarang, ia tahu harus kemana, menemui Ayu. Nur barusaja bertemu dengan Ayu setelah keluar dari rumah pak Prabu, Nur tidak mengerti apa yang barusaja dia lakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo koen?" (ngapain kamu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu mencoba menahan malu, setiap kali melihat Nur, mata Ayu seperti meratap atas apa yang sudah ia perbuat, dan itu fatal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak popo Nur, tak cepetno, ben proker'e arek -arek cepet mari, mari iku ayo balik, pokok'e fokus KKN kabeh yo" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(gak papa Nur, aku percepat urusanya, biar anak-anak semuanya bisa fokus garap proker mereka, kita juga harus kembali, intinya fokus dulu sama KKN ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku pengen ngomong yu, soal" (aku mau ngomong yu, soal) kata Nur yang terhenti melihat Anton mendekat, nafasnya terengah-engah, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, warga sing mbantu, kerasukan kabeh, rusak proker kene iki" (Nur, warga yang bantu proker kita kerasukan, rusak semua proker kita)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu, Nur dan Anton pergi ke lokasi, waktu itu ramai, dan ketika Nur tiba, seorang pria yang di pegangi oleh warga, tampak melotot melihat Nur, ia menunjuk Nur seakan biang masalah di desa ini, ia menyentak dengan suara berat. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tamu di ajeni tambah ngelamak koen, mrene koen"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Tamu sudah dihormati tambah seenaknya, kesini kamu kesini!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur kaget, ia di lindungi warga lain, tidak hanya pria itu, ada satu lagi, yang juga di tahan, sayangnya, pria yang satu lagi, melotot pada pria pertama, seakan ia marah pada warga desa itu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wes janji jogo cah iki, awakmu ra oleh gawe perkara ambek arek iki" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(saya sudah berjanji sama seseorang untuk jaga anak ini, kamu tidak boleh membuat masalah sama dia)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Warga yang resah akhirnya membawa Nur ke rumah mereka, berikut Ayu dan Anton, di ikuti yang lain, kecuali, Widya. Saat Wahyu di konfirmasi, dimana Widya, Wahyu mengatakan Widya sama warga lain melanjutkan prokernya, tidak ada yang tahu mereka ada di salah satu rumah warga. Namun, ketika langit mulai petang, Nur hilang dari kamarnya, warga yang tahu, panik. terakhir kali, Nur pingsan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur terbangun dalam keadaan menggunakan mukenah sholat dan ada Widya di sampingnya, namun, wajah Widya tampak tegang, Widya tidak bisa menyembunyikan bahwa ia baru saja mengalami kejadian janggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ket kapan isok ndelok Nur?" (sejak kapan kamu bisa lihat begituan?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang mendengar itu kaget, sejak kapan Widya tahu dan bertanya soal itu. mereka terjebak dalam suasana canggung. Nur jadi berpikir, bahwa kunci semuanya, mungkin ada pada Widya. Sejak awal, Widya juga yang paling aneh di tempat ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku gak isok ngomong Wid, penjelasane ruwet, tapi, aku wes keroso ngene iki ket mondok," kata Nur, "Ghaib iku nyata Wid"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku gak bisa jelaskan secara spesifik, tapi, aku sudah merasa begini sejak mondok, yang jelas, ghaib itu nyata Wid)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu onok sing jogo ya?" (kamu ada yang jaga ya?) tanya Widya, yang membuat Nur semakin kaget, bingung harus menjelaskanya, ia harus mengingat bahwa sebelum keluar dari pesantren, banyak temanya yang bilang, setiap malam, Nur terbangun dan melafaldzkan doa yang bahkan sangat susah di hafal oleh santri pondok saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Teman-temanya sampai memanggil guru mereka, agar Nur di ruqiah, namun, guru Nur menolak, beralasan bahwa, selama tidak menganggu keimanan Nur, di biarkan saja, daripada menjadi boomerang untuk Nur, bahkan, guru Nur sudah berulang kali menjelaskan bahwa, ia harus tetap mengimankan kepercayaanya, tidak perlu memperdulikan jin model apa yang mengikutinya selama ini. Si guru memanggil jin itu dengan nama "Mbah dok" karena berwujud wanita tua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa Nur sadari, itu adalah kali pertama ia bisa bicara lagi sama Widya setelah lama, ia seolah saling menjauhi satu sama lain, Nur menceritakan semuanya, pengalaman di pondok hingga ia keluar darisana, kecuali, insiden ganjil di tempat ini, Nur masih menyimpanya sendiri. Karena Nur percaya, Widya punya apa yang ia cari selama ini, meski itu hanya asumsi, namun, ia yakin, Widya memilikinya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga, kesempatan itu muncul, Nur, melihat kamar, tanpa ada satu orangpun, Ayu dan Widya mengerjakan proker mereka, Nur membuka almari, mengeluarkan isi tas Widya. Ia membongkar semuanya, mencari hingga ke celah terkecil di tas yang Widya bawa, semua persedian yang ia bawa tak luput dari pencarianya, sampai, Nur akhirnya menemukanya. Sebuah logam melingkar, dengan bentuk ukiran dari kemuning, bentuknya indah layaknya sebuah perhiasan, tidak hanya itu, di tengahnya, ada batu mulia berwarna hijau, dengan wajah bingung, Nur bergumam sendiran </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kawaturih" itu, bagaimana bisa ada pada Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat itu, Nur sudah hilang kesabaran, ia membongkar isi tas Ayu, mengambil selendang hijaunya, 2 benda itu, Nur simpan pada sebuah kotak kayu yang ia temukan di pawon (dapur) tempat biasa untuk menyimpan bumbu masakan, tidak hanya itu, Nur menutupinya dengan kain putih, yang di dalamnya, ada kitab agamanya. Nur menyembunyikan tepat di bawah meja kamar, tertutup taplak meja. lalu, Nur pergi mencari Ayu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah menemukan Ayu di tempat proker, Nur menarik Ayu, membawanya menjauh sebelum menampar wajahnya sampai Ayu, tidak bisa bicara apa-apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak waras koen yo, barang ngunu mok deleh nang tas'e Widya!! cah edan, kate makakno Widya koen yo, gak cukup ambek masalahmu opo!!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(gak waras kamu ya, barang seperti itu, sengaja di tarus di tas Widya!! orang gila, mau kamu umpankan Widya ya, apa gak cukup sama masalahmu!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"jelasno kok isok-isokne awakmu tego, yo opo penjelasanmu isok nduwe barang-barang gak bener iku?!" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(jelaskan kok bisa kamu tega ya, gimana penjelasanmu kok bisa punya barang seperti itu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"barang opo to Nur?!" (barang apa sih Nur?) tanya ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"selendang hijau iku"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu yang mendengar itu tampak kaget.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kok isok awakmu eroh Nur, awakmu kelewatan mbongkar barang pribadine wong liya yo" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kok bisa kamu tahu, kamu itu kelewatan kok bisa bongkar barang milik orang lain)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sak iki, melu aku nang pak Prabu, ayok" (sekarang, ikut aku ke pak Prabu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur menarik Ayu, menyeretnya kuat-kuat, namun Ayu menolak sebelum ia mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku di kongkon ndeleh iku, gawe gantine selendang iku" "selendang sing nggarai Bima gelem mbek aku"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku disuruh naruh benda itu, sebagai pengganti selendang itu, selendang yang bikin Bima mau)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sopo sing ngekek'i iku?" (siapa yang ngasih itu?) tanya Nur, namun Ayu menolak mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sopo kok!!" (siapa kok!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu tetap menolak, bahkan sampai Nur mengatakan apa perempuan yang juga Bima temui yang menyuruhnya, ekspresi Ayu tampak kaget mendengarnya. Ayu mengatakan bahwa ia tidak tahu menahu siapa perempuan itu, dan siapa yang memberinya juga tidak ada hubunganya sama perempuan itu, bahkan sekalipun, Ayu tidak pernah bertemu perempuan yang di katakan Bima sangat cantik itu. Nur menyerah, namun firasat buruknya, semakin terasa. Ada hal ganjil disini, yang Nur sadari di kemudian hari, orang atau makhluk yang memberi Nur selendang ini, siapa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai akhir cerita ini belum dipecahkan, bahkan dari saat gw bicara sama mbak Nur, beliau hanya berasumsi, namun tidak berani mengatakan. Puncaknya, adalah setelah malam panjang itu. disini, petaka yang paling di takutkan oleh Nur, terjawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur terbangun ketika subuh, ia tersentak saat mendengar Widya menangis, tangisanya sangat keras sampai Nur terkesiap lalu terbangun dari tidurnya. Saat ia melihat, apa yang membuatnya terbangun, Nur melihat Ayu, dengan mata terbuka, ia mengangah, seperti mau mengatakan sesuatu. Belum berhenti sampai disana, Nur tidak menemukan Widya di tempatnya, hal itu, membuat Nur menjerit sehingga Wahyu dan Anton merangsek masuk dengan wajah khawatir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo Nur? (ada apa Nur?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widya ilang mas" (Widya hilang mas)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu dan Anton terhenyak sesaat, sebelum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima yo gak onok nang kamar loh"(Bima juga gak ada di dalam kamar) kata Anton buru-buru,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sontak, semua mata memandang Ayu, Wahyu terhentak bingung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayu kenek opo Nur" (Ayu kenapa Nur)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"celukno pak Prabu!!" (panggilkan pak Prabu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anton yang mendengarnya langsung pergi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yu, tangi yu!!" (yu ayok bangun yu) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, Ayu masih sama, ia hanya melihat langit-langit, Nur manah mulutnya agar tertutup, namun, ia terus mengangah, Wahyu yang melihat tidak bisa berbuat apa-apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Cok onok opo seh iki" (asem, ada apa sih ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"celokno warga ojok ndelok tok!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu pun ikut pergi, Nur terus menahan mulut Ayu. sampai Pak prabu datang bersama Anton dan melihatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kok isok koyok ngene to nduk" (kok bisa sampai begini sih nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak prabu, pergi ke pawon, ia kembali membawa teko air, Nur menahan isi kepala Ayu, dan meminumkanya. Tiba-tiba, ayu menutup mulutnya, namun, ia masih belum bereaksi, tidak beberapa lama, warga sudah berdatangan bersama Wahyu, saat itu, rumah itu di penuhi warga, tanpa banyak bicara, pak Prabu menyuruh beberapa orang untuk memanggil mbah Buyut. Dan warga itu pun pergi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur menjelaskan kronologi kejadian itu, namun, ia meminta pak Prabu tidak menceritakan semua ini kepada warga, Anton dan Wahyu yang mendengarnya seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Asu, kok isok loh" (anj*ng! kok bisa bisanya) Wahyu tampak merah padam mendengarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu pun mengumpulkan warga, meminta mereka semua pergi menyisir setiap penjuru Desa, ia beralaskan, bahwa Bima dan Widya hilang kemarin malam, dan saat ini belum kembali. Meski warga awalnya bingung, bagaimana bisa, namun mereka semua langsung bergerak, termasuk Wahyu. Anton pun begitu, ia ikut menyisir ke hilir sampai hulu sungai, sebisa mungkin dengan beberapa warga yang membawa parang dan berbagai barang yang tidak pernah ia pahami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur terus menangis, melihat kondisi Ayu, membuat ia tidak bisa menahan kesedihan yang sudah memenuhi hatinya. Pak Prabu meminta penjelasan lebih detail, setelah itu, Nur menunjukkan barang yang seharusnya ia berikan kepada pak Prabu saat mendapatkanya. Tepat ketika membuka kotak itu, pak Prabu yang melihatnya, kaget bukan main, sampai ia tiba-tiba berteriak marah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"OLEH TEKAN NDI IKI?!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(DAPAT DARIMANA KAMU BENDA INI!!)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang kaget, kemudian menjelaskan sisa ceritanya, disana, pak Prabu terlihat frustasi, ia kemudian mengatakan kepada Nur, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek kancamu gak ketemu, ikhlasno, ben aku sing ngadepi masalah iki" (bila sampai temanmu, tidak ditemukan, ikhlaskan biar aku yang menghadapi sisanya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur pun bertanya, benda apa itu sebenarnya, namun pak Prabu tidak bicara, ia harus menunggu datangnya mbah Buyut yang akan menceritakan semuanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berjam-jam sudah di lewati namun belum ada kabar satupun dari warga yang kembali, sampai terdengar suara motor mendekat, manakala Nur dan pak Prabu berdiri untuk melihat sesiapa yang datang. Mbah Buyut mendetak dengan tergopoh-gopoh, seakan mencari sesuatu,. Mbah Buyut mengambil kawaturih, kemudian bertanya siapa yang punya, Nur mendekat, menjelaskan semuanya, ekspresi tenang mbah Buyut, tidak terlihat sama sekali. Kemudian ia menatap Ayu, helaan nafas berat mbah Buyut keluarkan, kemudian ia, meminta Prabu membuatkan kopi hitam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah Buyut duduk sembari berpikir, banyak pertanyaan yang ia ajukan mulai, sejak kapan ada benda seperti ini disini, lalu bagaimana bisa selendang itu di miliki Ayu. Nur menceritakan semuanya. Saat menyesap kopi itu, mbah Buyut berujar,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kancamu, keblubuk angkarah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(temanmu terjebak dalam pusaran)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"trus, yok nopo mbah?" (lalu bagaimana mbah)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"siji kancamu wes ketemu, tapi sukmane gorong, tenang sek, yo" (satu temanmu sudah ketemu lagi, tapi rohnya belum, sabar ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak beberapa lama, kerumunan warga mendekat, Wahyu masuk wajahnya pucat. Seorang warga membopong seseorang. Ketika Nur melihatnya, ia tidak bisa menghentikan jeritanya, manakala melihat Bima kejang-kejang layaknya seorang yang terkena epilepsi. Wahyu, segera memeluknya, menutupi Nur agar tidak melihat Bima yang menjadi seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah buyut kemudian mengatakan, bahwa bila sukma dua orang ini sedang terjebak, namun, ada satu orang yang bukan hanya sukmanya yang hilang atau di sesatkan, melainkan raganya juga ikut disesatkan, ia adalah Widya, orang yang paling di inginkan oleh, Badarawuhi namun, ia meleset.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah buyut menunjukkan kawaturih, yang harusnya memiliki pasangan, benda ini di letakkan di lengan seorang penari, sebagai susuk, entah ada kejadian apa, Badarawuhi menginginkan benda ini ada pada Widya, namun, Nur yang menemukanya, kemudian mengambilnya, membuat benda ini kehilangan pemilik, yang maka artinya, Nur yang memiliki, tapi, Nur di lindungi, itulah alasan kenapa Nur selalu merasakan bahwa badanya terasa berat di jam-jam tertentu, mbah Dok yang melindungi Nur sudah berkelahi hampir dengan setengah penghuni hutan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu, pak Prabu meminta agar Ayu dan Bima di tutup oleh kain selendang, di ikat dengan tali kain kafan, membiarkanya seolah-olah mereka sudah tidak bernyawa. Mbah Buyut, pergi ke kamar, ia akan mencari Widya, menjelma sebagai Anjing hitam dengan ilmu kebatinanya. Pak Prabu menceritakan bahwa memang ada rahasia yang tidak ia katakan dan alasan kenapa ia menolak keras di adakan kegiatan ini sejak awal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat di samping lereng, ada tapak tilas, tempat penduduk desa ini mengadakan pertunjukkan tari, bukan untuk manusia namun untuk jin hutan. Ia mengatakan, dulu, setiap di adakan tarian itu, untuk menghindari balak (bencana) bagi desa ini, seriring berjalanya waktu, rupanya, mereka yang menari untuk desa ini, akan di tumbalkan, masalahnya, setiap penari haruslah dari perempuan muda yang masih perawan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tapi Ayu pak" kata Nur membantah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"itu masalahnya" kata pak Prabu, "asumsi saya, Ayu sejak awal hanya sebagai perantara, ke Widya lewat Bima, namun, Ayu tidak memenuhi tugasnya, akibatnya, Ayu di buatkan jalan pintas, ia di beri selendang hijau itu. tau darimana selendang itu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selendang para penari. Pak Prabu kemudian duduk, matanya merah padam, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"seharusnya saya menolak habis-habisan bila bukan karena dia adik teman saya" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"selendang itu, adalah selendang yang keramat, tidak ada lelaki yang bisa menolak selendang itu saat di pakai oleh perempuan"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nak Ayu tidak salah, nak Bima pun begitu, saya yang salah, seharusnya saya tolak kalian semua, toh anak-anak kami pun tidak ada yang tinggal disini, tempat ini, bukan untuk anak setengah matang seperti kalian"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, membuat Nur tidak kuasa melihat Ayu. Hari semakin petang, ketika Matahari sudah benar-benar tenggelam, terdengar orang berteriak heboh, ia meneriakkan bila Widya sudah ketemu, pun saat itu juga, Mbah Buyut keluar, wajahnya tampak kecewa, sepertinya ia tidak bisa membawa Ayu dan Bima pulang, lebih tepatnya belum. Momen ketika melihat Widya, membuat Nur tidak bisa bicara apa-apa, ia berjalan dengan gaguk, seperti barusaja menghadapi peristiwa yang sangat berat, bahkan, Widya berjalan dengan mata yang kosong, ia melihat Ayu terus menerus, mencoba memahami situasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, tekan ndi awakmu" (Wid darimana kamu?) tanya Nur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo iki Nur" (ada apa ini Nur) kata Widya, matanya sembab melihat Ayu dan Bima terbujur,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur tidak sanggup menceritakanya, Wahyu kemudian berdiri mengatakan semuanya, Widya menjerit sejadi-jadinya, semua diam. Selang beberapa saat, mbah Buyut keluar, ia memanggil Widya, menyuruhnya untuk masuk, dan entah apa yang mereka bicarakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih mencoba membangunkan Ayu, meski hal itu, mustahil bisa dilakukan. Ketika melihat mbah Buyut keluar, Nur, Wahyu, dan Anton yang baru tiba, ikut masuk ke dapur, ia hanya melihat Widya murung, seperti memikirkan sesuatu. Wahyu yang sedari tadi sudah menahan diri, mengatakan bahwa Bima dan ayu sudah kelewatan sehingga mereka juga kena getahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu juga, pak Prabu mengumpulkan semua anak yang tersisa, ia mengatakan, sudah menghubungi pihak kampus, pun dengan kakak Ayu, yang sedang dalam perjalanan kesini. esok, mungkin mereka tiba. Mbah Buyut, menjaga rumah ini, konon, semua lelembut sudah mengepung rumah ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi itu, Nur menemui pak Prabu meminta seharusnya ia menahan diri sebelum informan ini keluar, karena sebelumnya, mbah Buyut mengatakan bisa mengembalikan Ayu dan Bima, hanya tinggal menunggu waktu. namun ucapan pak Prabu membuat Nur tidak berkutik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek pancen isok, yo gak bakal akeh sing wes dadi korban, awakmu eroh patek ireng iku opo, nyoh kui korban sak durunge, nang ndi sak iki, wes gak onok" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kalau memang bisa, ya gak mungkin ada korban, kamu tahu, kenapa ada nisan dengan kain hitam, itu korban sebelum kejadian ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak nutup kemungkinan kancamu isok mbalik, tapi kemungkinane cilik, gak usah berharap, mbah Buyut asline wes mblenger, kudu urusan ambek bangsa iku" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(gak menutup kemungkinan memang temanmu bisa kembali, tapi, kemungkinanya kecil, mbah Buyut sudah bosan, berurusan dengan mereka"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siang hari, rombongan orang dari kampuspun dengan beberapa wali datang, bahkan suara membentak dari mas Ilham bisa terdengar dari luar, ada tawar menawar dimana mbah Buyut menjanjikan agar Ayu dan Bima tetap disini, namun pihak keluarga menolak sampai mengancam, ini akan tersebar. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhir dari perjalanan KKN mereka selesai disini, bukan hanya pak Prabu yang terseret, pihak kampus efeknya lebih besar lagi, sampai harus menjanjikan bahwa masih ada jalan lain mengembalikan mereka. KKN mereka, resmi di coret, tak ada hasil apapun selama pra kerja mereka. Widya, butuh waktu lama untuk pulih setidaknya itu yang Nur dengar, sementara Nur menjelaskan kronologi kejadian pada Abah dan Umi, orang tua Bima, yang tidak henti-hentinya, mengadakan doa bersama di rumahnya, pukulan keras setiap Nur melihat air mata umi menetes. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada kejadian menarik, dimana Nur di ceritakan oleh Umi, semalam sebelum Bima akhirnya meninggal, ia mengetuk pintu kamar, disana ia meminta maaf sama Abah dan Umi, kemudian pamit kembali ke kamar, sembari mengatakan ular-ular, dan di akhiri dengan hembusan nafas terakhirnya. Namun, Nur juga diberitahu Abah, bahwa, apa yg di katakan Umi tempo hari tidak usah di pikirkan, karena Umi menceritakan tentang mimpinya, anaknya Bima masih kejang-kejang dan memang meninggal pada malam kejadian , semua itu mimpi Umi, mungkin itu cara Bima pamit dan memberitahu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masih mau lanjut apa besok saja, sekarang yang mbak Nur saksikan saat mendampingi Ayu, ia di ajak ke Ng**i yang katanya bisa menyembuhkan beliau. Sedikit panjang dan gw jadikan 1 thread saja. Gimana? Maksudnya gw sambung sama thread ini. Biar gak usah nyari thread lagi ya. Gw mau kelarin malam ini semuanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Ilham menghubungi Nur, beliau meminta tolong agar Nur bersedia mendampngi Ayu selama proses penyembuhan, dimana dokter sudah angkat tangan dan mendiagnosa Ayu, lumpuh total yang tidak di ketahui penyebabnya. Ia di beritahu oleh temanya, bahwa Nur adalah orang yang tahu semua. Malam itu, Ayu di bawa ke kabupaten Ng**i, di perjalanan, Nur selalu melihat Ayu, matanya di tutup paksa dengan kain, melihatnya kadang membuat Nur merasa Ayu sadar ada dia di sampingnya. Namun tetap saja nihil, sampailah mereka di rumah orang yang menawarkan bantuan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesampai disana, Ayu di tidurkan di atas pelepah daun pisang. yang kemudian, di masukkan dalam sebuah keranda, Nur yang melihat itu, mengatakan pada mas Ilham bahwa itu perbuatan tidak benar, namun, mas Ilham menolak. mengatakan mungkin masih bisa, mas Ilham sangat frustasi. Butuh waktu lama, sampai orang yang membantu tiba tiba, bangun dan mengatakan ia tidak sanggup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu, tidak dapat di selamatkan, kecuali, di bawa keluar dari pulau jawa. namun, hal itu, juga mustahil dilakukan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ayu gorong wayahe mati, dadi, keadaane yo bakal koyok ngene sampe wayahe mati" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(ayu belum seharusnya meninggal, jadi dia akan terjebak seperti ini sampai waktunya tiba)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"di bawa saja ke pulau K********N, saya ada saudara disana" kata mas Ilham waktu itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"masalahe arek iki gak oleh cidek segoro, nek cedek segoro, isok di matekno" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(masalahnya, anak ini di larang mendekati laut/samudera, bila tetap nekat dia mati)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kan isok numpak pesawat" (kan bisa naik pesawat) kata mas Ilham,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"isok pesawat gak liwat segoro?" (memang bisa pesawatnya gak usah melewati laut)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah darisana itu, Ayu akhirnya di pulangkan, ia ada di rumah itu kurang lebih 3 bulan, sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir juga, setelah orang tua Ayu mengatakan sudah ikhlas, termasuk mas Ilham. Keikhlasan orang tua Ayu termasuk mencabut gugatan terhadap pihak kampus, dan juga sudah tidak mau menyalahkan siapapun, Ayu di kebumikan di makam keluarga, sembari di doakan, di situ, ibunya mengaku, sering melihat Ayu meneteskan air mata, dan inilah akhir cerita mbak Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi gw bakal tutup Thread ini dengan pesan mbak Nur dan alasanya kenapa ia mau bercerita. Sejak awal, mbak Nur tidak begitu tertarik dengan unsur seram dalam ceritanya, ia ingin menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya, agar siapapun kita, tetap menjaga tata krama. Ini bukan tentang, hal yang sepele, siapapun kamu, dimanapun kamu berada, sekali lagi, jaga sikap dan prilaku karena sesungguhnya sebagai tamu, selayaknya tetap bersiteguh pada warisan pendahulu kita yang mengutamakan sopan santun terhadap tuan rumah. gw simple_man undur diri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mohon maaf atas typo, dan waktu yang kentang ya, sekali lagi, gw ucapkan banyak terimakasih yang sudah mengikuti sejak awal, dengan ini, Thread ini gw tutup selamanya!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kalau mau tanya-tanya, DM saja, di notifikasi gak begitu terbaca karena tertumpuk. selamat malam)</div>
</div>
</div>
</div>
Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com36tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-70576150596043803572019-09-04T07:27:00.000-07:002019-09-04T07:27:32.336-07:00KKN di Desa Penari Part 1 (Versi Widya)<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam ini, gw akan bercerita sebuah cerita dari seseorang, yang menurut gw spesial. Kenapa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena gw sedikit gak yakin bakal bisa menceritakan setiap detail apa yang beliau alami. Sebuah cerita tentang pengalaman beliau selama KKN, di sebuah desa penari. Sebelum gw memulai semuanya. gw sedikit mau menyampaikan beberapa hal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya, penulis tidak mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita, karena beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus, dan desa tempat KKN di adakan. Tetapi, karena penulis berpikir bahwa cerita ini memiliki banyak pelajaran yang mungkin bisa dipetik terlepas dari pengalaman sang pemilik cerita akhirnya, kami sepakat, bahwa, semua yang berhubungan dengan cerita ini, meliputi nama kampus, fakultas, Desa dan latar cerita,</div>
<div style="text-align: justify;">
akan sangat di rahasiakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtLnmDahUwTxv0K9ePcC7kAvY5h-mowLsFlUCsq61goVLaeiE9Ps8TP5yPc-uwLy91y_p-RJyjv4Xukq7-mxhBRwI1zU1HBgKRyFR0eNJqFLltEN7PL10McXh1Is_ONub7X0CG4NYVioI/s1600/kkn.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="KKN di Desa Penari Part 1 (Versi Widya)" border="0" data-original-height="500" data-original-width="750" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtLnmDahUwTxv0K9ePcC7kAvY5h-mowLsFlUCsq61goVLaeiE9Ps8TP5yPc-uwLy91y_p-RJyjv4Xukq7-mxhBRwI1zU1HBgKRyFR0eNJqFLltEN7PL10McXh1Is_ONub7X0CG4NYVioI/s400/kkn.jpg" title="" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi buat teman-teman yang membaca cerita ini, yang mungkin tahu, atau merasa familiar dengan beberapa tempat yang meski di samarkan ini, di mohon, untuk diam saja, atau merahasiakan semuanya, karena ini sudah menjadi janji penulis dan pemilik cerita. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahun 2009 akhir, semua anak angkatan 2005/06 sudah hampir merampungkan persyaratan untuk mengikuti KKN yang di lakukan dibeberapa desa sebagai syarat lanjutan untuk tugas skripsi. Dari semua wajah antusias itu di kampus, terlihat satu orang tampak menyendiri. Widya, begitu anak-anak lain memanggilnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tampak begitu gugup, menyepi, menyendiri, sampai panggilan telepon itu membuyarkan lamunanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wes oleh nggon KKN 'e" (aku sudah dapat tempat untuk KKN) kata di ujung telpon. Wajah muram itu, berubah menjadi senyuman penuh harap </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang ndi?" (dimana?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nang kota B, gok deso kabupaten K***li** , akeh proker, tak jamin, nggone cocok gawe KKN" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(di kota B, disebuah desa di kabupaten K*******, banyak proker untuk di kerjakan, tempatnya cocok untuk KKN kita).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu juga, Widya segera mengajukan prop KKN semua persyaratan sudah terpenuhi, kecuali kelengkapan anggota dalam setiap kelompok minimal harus melibatkan 2 fakultas berbeda pun dengan anggota minimal 6 orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tenang" kata Ayu, perempuan yang tempo hari memberi kabar tempat KKN yang ia observasi bersama abangnya. Benar saja, tidak beberapa lama, muncul Bima dengan Nur, ia menyampaikan, kelengkapan anggota 6 orang yang melibatkan 2 fakultas sudah di setujui.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sopo sing gabung Nur?" (siapa yang sudah gabung Nur?) tanya Ayu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"temenku. kating, 2 angkatan di atas kita, satunya lagi, temanya". Lega sudah. Batin Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Surat keputusan KKN sudah disetujui semuanya, terdiri dari 2 fakultas dengan proker kelompok dan individu, untuk pengabdian di masyarakat yang akan di adakan kurang lebih sekitar 6 minggu. Hanya tinggal menunggu, pembekalan sebelum keberangkatan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jauh hari sebelum malam pembekalan, Widya berpamitan kepada orangtuanya tentang progress KKN yang wajib ia tempuh, keika orangtua Widya bertanya kemana Projek KKN mereka, terlihat wajah tidak suka dari raut ibunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak onok nggon liyo, lapo kudu gok Kota B," (apa gak ada tempat lain, kenapa harus kota B) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wajah ibunya menegang. "nggok kunu nggone Alas tok, ra umum di nggoni gawe menungso" (disana tempatnya bukanya hutan semua, tidak bagus ditinggali oleh manusia).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun setelah Widya menejelaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan observasi. Wajah ibunya melunak. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Perasaane ibuk gak enak, opo gak isok di undur setahun maneh" (perasaan ibu gak enak, apa tidak bisa di undur satu tahun lagi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya enggan melakukanya, maka, meski berat, kedua orangtuanya pun terpaksa menyetujuinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
hari pembekalan sebelum keberangkatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, Ayu, Bima dan Nur, matanya melihat ke sekeliling, khawatir, 2 orang yang seharusnya ikut pembekalan belum juga terlihat batang hidungnya, sampai, menjelang siang, 2 orang muncul, menyapa dan memperkenalkan dirinya di depan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu dan Anton.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
setelah basa basi, bertanya seputar rencana KKN dari A sampai Z selesai, mereka akhirnya berangkat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Numpak opo dik kene??" (naik apa kita nanti?) kata Wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Elf mas" jawab Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sampe deso'ne numpak Elf dik?" (sampai desanya naik mobil Elf dik?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mboten mas. Berhenti di jalur Alas D engken enten sing jemput" (tidak mas, nanti berhenti di jalur hutan D, nanti ada yang jemput) sahut Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, Widya bertanya ke Ayu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Yu, Deso'ne ra isok di liwati Mobil ta?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Yu, apa desanya gak bisa di masuki mobil)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu hanya menggelengkan kepala. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ra isok, tapi cedek kok tekan dalan gede, 45 menit palingan" (gak bisa, tapi dekat kok dari jalan besar, 45 menit kemungkinan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disinilah cerita ini di mulai. Sesuai apa yang Nur katakan. Mobil berhenti di jalur masuk hutan D, menempuh perjalanan 4 sampai 5 jam dari kota S, tanpa terasa hari sudah mulai petang, di tambah area dekat dengan hutan, membuat pandangan mata terbatas, belum sampai disana, gerimis mulai turun. lengkap sudah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah menunggu hampir setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Nur dan Ayu langsung mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar. Rupanya, yang mengantar adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cuk. sepedaan tah" kata Wahyu, spontan, saat itu ada yang aneh entah disengaja atau tidak, ucapan yang di anggap biasa di kota S, di tanggapi lain oleh lelaki-lelaki itu, wajahnya tampak tidak suka, dan sinis tajam melihat wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya saja, yang memperhatikan semua sedetail itu, hanya Widya seorang. apapun itu, semoga bukan hal yang buruk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah gerimis, jalanan berlumpur, pohon di samping kanan kiri, mereka tempuh dengan suara motor yang seperti sudah mau ngadat saja, ditambah medan tanah naik turun, membuat Widya berpikir kembali</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sudah hampir satu jam lebih, tapi motor masih berjalan lebih jauh ke dalam hutan</div>
<div style="text-align: justify;">
khawatir bahwa yang di maksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai berharap semua ini cepat selesai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah perjalanan, tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh. apa semua warga disana pendiam semua. Malam semakin gelap, dan hutan semakin sunyi sepi, namun, kata orang, dimana sunyi dan sepi di temui, disana, rahasia di jaga rapat-rapat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini, rasa menyesal sempat terpikir di pikiran Widya, apakah ia siap, menghabiskan 6 minggu ke depan, di sebuah Desa, jauh di dalam hutan. Ketika suara motor memecah suara rintik gerimis, dari jauh, sayup-sayup, terdengar sebuah suara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suara familiar, dengan tabuhan kendang dan gong, di ikuti suara kenong, kompyang, mebaur menjadi alunan suara gamelan. Apa ada yang sedang mengadakan hajatan di dekat sini. Dan ketika sayup-sayup suara itu perlahan menghilang, terlihat gapura kayu, menyambut mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampailah mereka di Desa W****, tempat mereka akan mengabdikan diri selama 6 minggu ke depan. "Monggo" (permisi) kata lelaki itu, sebelum meninggalkan Widya dengan motornya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mrene rek" teriak Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sampingnya berdiri seorang pria, wajahnya tenang, dengan kumis tebal, mengenakan kemeja batik khas ketimuran, ia berdiri seolah sudah menunggu sedari tadi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kenalno, niki pak Prabu. kepala Desanya. koncone mas'ku. pak Prabu, niki rencang kulo yang dari Kota S, mau melaksanakan kegiatan KKN di kampung panjenengan" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Kenalkan, ini pak Prabu, kepala Desa teman kakakku, pak Prabu, ini teman saya yang dari kota, yang rencananya mau KKN". </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu memperkenalkan diri, bercerita tentang sejarah desanya, di tengah ia bercerita, Widya pun bertanya kenapa desanya harus sepelosok ini, dengan tawa sumringah, pak Prabu menjawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pelosok yok nopo toh mbak, Jarak ke dalan gede cuma setengah jam kok" (pelosok bagaimana maksudnya mbak, bukanya jarak ke jalan besar hanya 30 menit)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tatapan bingung Widya, disambut tatapan bertanya oleh semua temanya, seolah pertanyaanya kok membingungkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mbak'e paling pegel, wes, tak anter nang ndi sedoyo bakal tinggal" (mbaknya mungkin capek, jadi, mari, tak antar ke tempat dimana nanti kalian tinggal)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah kebingungan itu, Ayu menegur Widya. "maksudmu opo to Wid, takon koyok ngunu? garai sungkan ae" (maksudnya bagaimana tah Wid, kok kamu tanya seperti itu, buat saya sungkan saja kamu).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di situ, Widya menyadari, ada yang salah. Tempat menginap untuk laki-laki adalah rumah gubuk yang dulunya seringkali dipakai untuk posyandu, tapi sudah di rubah sedemikian rupa, meski beralaskan tanah, tapi di dalamnya sudah ada bayang (Ranjang tidur) beralasakan tikar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan untuk perempuan, menginap di salah satu rumah warga. Di dalam kamar, Widya pun bertanya, maksud ucapanya kepada pak Prabu, karena sepanjang perjalanan, bila di rasakan oleh Widya sendiri, itu lebih dari satu jam, Ayu membantah bahwa lama perjalanan tidak sampai selama itu, anehnya, Nur memilih tidak ikut berdebad. Nur, lebih memilih untuk diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngene, awakmu krungu ora, nang dalan alas mau, onok suara gamelan?" (gini, kamu dengar apa tidak , di jalan tadi, ada suara orang memainkan gamelan?).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo paling onok hajatan lah, opo maneh" (ya palingan ada warga yang mengadakan hajatan, apalagi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berbeda dengan Ayu, Nur, menatap Widya dengan ngeri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sembari berbicara lirih, Nur yang seharusnya paling ceria di antara mereka berkata. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mbak, ra onok Deso maneh nang kene, gak mungkin nek onok hajatan, nek jare wong biyen, krungu gamelan nang nggon kene, iku pertanda elek" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Mbak, tidak mungkin ada desa lain disini, tidak mungkin ada acara di dekat sini, kalau kata orang jaman dulu, kalau dengar suara gamelan, itu pertanda buruk).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, Ayu tersulut dan langsung menuding Nur sudah ngomong yang tidak-tidak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, ra usah ngomong aneh-aneh kui, awakmu yo melok observasi nang kene ambek aku, mosok gorong sedino wes ngomong ra masuk akal ngunu" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Nur, jangan ngomong sembarangan kamu bukanya kamu ikut observasi di kampung ini sama aku, belum sehari kamu sudah ngomong ha; yang gak masuk akal begini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu pergi, meninggalkan Widya dengan Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu, Nur mengatakanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mbak, aku yo krungu suara gamelan iku" (Mbak, aku juga dengar suara gamelan itu) katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"masalahe mbak, aku yo ndelok onok penari'ne nang dalan mau" (masalahnya, aku juga lihat ada yang menari di jalan tadi).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Astaghfirullah" kata Widya tidak percaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur menatap nanar Widya, air matanya sudah seperti memaksa keluar, Widya hanya memeluk dan mencoba menenangkanya. Benar kata ibunya tempo hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Banyu semilir mlayu nang etan," (air selalu mengalir ke arah timur) yang memiliki makna, bahwa timur adalah tempat dimana semua di kumpulkan menjadi satu, antara yang buruk dan yang paling buruk, dan kini, Widya harus tinggal di hutan paling timur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita tentang Nur dan Widya tentang suara gamelan di sepanjang perjalanan tadi, masih awalnya saja, ibarat sebuah kopi masih sampai di rasa yang paling manis, belum sampai di rasa yang paling pahit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya memang percaya terhadap hal-hal yang ghaib, itu ada di dalam ajaran agamanya, namun baru kali ini ia merasakan langsung pengalaman itu, meski hanya sekedar suara, berbeda dengan Nur, temanya, ia mengaku melihat yang tidak seharusnya ia lihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin Nur lebih sensitif. Memang, sejak awal, Nur yang paling berbeda di antara yang lain, hanya dia seorang yang mengenakan jilbab, dibandingkan dengan Ayu dan dirinya sendiri, Nur yang paling religius, karena setahu Widya sendiri, Nur jebolan pondok pesantren ternama di kota "J". Terlepas dari itu semua, pengalaman KKN ini, tidak akan pernah di lupakan oleh semua rombongan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur," kata Widya masih menenangkan "Nur bisa ndak, cerita ini ojok sampe nyebar yo gok arek2, kan gak enak, nek sampe kerungu ambi warga deso, opo maneh kita disini iku tamu, insyaallah, kabeh lancar, nggih"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Nur, bisa gak cerita ini jangan sampai menyebar ke teman-teman)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kan jadi gak enak, kalau sampai warga desa dengar, apalagi kita disini itu sebagai tamu, insyaallah, semua akan baik-baik saja. ya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur mengangguk, meski enggan menjawab kalimat Widya, dan malam itu, tanpa terasa di lewati begitu saja. Keesokan harinya, rombongan sudah berkumpul, sesuai janji pak Prabu, hari ini, akan keliling desa, melihat semua proker yang sudah di ajukan oleh Ayu tempo hari, sekaligus, meminta saran untuk Proker individu yang harus di kerjakan oleh satu anak sendiri-sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngene iki, walaupun saya tinggal nang kene, aku yo pernah kuliah loh dek, sarjana lagi" kata pak Prabu Bahasanya medok, campur-campur antara bahasa jawa dan bahasa indonesia,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, Wahyu menimpali. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iku lo, rungokno bapak'e, walaupun wong deso, gak lali kuliah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(itu loh, dengarkan bapaknya, walaupun rumahnya di desa, tidak lupa kuliah).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu melanjutkan. "bapake ambil apa dulu? perhutanan ya?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"bukan" kata beliau santai. "pertanian".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Lah ra onok sawah nang kene, piye toh pak" (lah, disini gak ada sawah, gimana sih pak?)</div>
<div style="text-align: justify;">
"ya, memangnya sampeyan pikir hanya karena ambil pertanian harus terjun ke sawah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jawaban pak Prabu sontak membuat tawa pecah, Widya melirik Nur, dia sudah bisa ceria lagi, melupakan sejenak kejadian semalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampailah, mereka di pemberhentian pertama. sebuah pemakaman desa. Aneh. Itu yang pertama kali di pikirkan Widya, atau mungkin serombongan orang. di setiap Nisan, di tutup oleh kain hitam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemakamanya sendiri, di kelilingi pohon beringin, dan di setiap pohon beringin, ada batu besar di sampingnya, disana, ada lengkap, sesajen di depanya. Nur yang tadi ikut tertawa, tiba-tiba menjadi diam. ia menundukkan kepalanya, seolah tidak mau melihat sesuatu. pagi, itu tiba-tiba terasa gelap di dalam pikiran Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngapunten pak, niki nopo nggih kok" (mohon maaf pak, ini kenapa ya kok). Belum selesai Widya bicara, pak Prabu memotongnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"saya tau, apa yang adik mau katakan, pasti mau tanya, kok patek (nisan) nya, di tutupi pakai kain, gitu to?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya mengangguk. rombongan menatap serius pak Prabu, terkecuali Wahyu dan Anton, terdengar mereka sayup tertawa kecil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ini itu namanya, Sangkarso. kepercayaan orang sini. jadi biar tahu, kalau ini loh pemakaman" terang pak Prabu, yang jawabanya sama sekali tidak membuat serombongan anak puas, sampai-sampai Wahyu dan Anton walaupun pelan sengaja menyindir. namun pak Prabu bisa mendengarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wong pekok yo isok mbedakno kuburan karo lapangan pak" (orang bodoh juga bisa membedakan kuburan dan lapangan bola pak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu yang awalnya tersenyum penuh dengan candaan, tiba-tiba diam, raut wajahnya berubah dan tak tertebak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"semoga saja, kalain tahu yang di omongkan ya". Kalimat pak Prabu seperti penekanan yang mengancam, setidaknya itu yang Widya rasakan, sontak, Bima langsung merespon dengan meminta maaf, namun Wahyu dan Anton memilih diam setelah mendengar respon pak Prabu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mongo pak, bisa lanjut ke tempat selanjutnya". Tempat berikutnya adalah Sinden (Kolam, tempat air keluar dari tanah) pak Prabu mengatakan bahwa Sinden ini bisa di jadikan Proker paling menjanjikan, tidak jauh darisana ada sungai, inginya pak Prabu, Sinden dan sungai bisa di hubungkan, jadi semcam jalan air. Tanpa terasa, hari sudah siang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu dan Widya sudah memetakan semua yang pak Prabu tunjukkan, memberinya sampel warna merah sampai biru, dari yang paling di utamakan sampai yang paling akhir di kerjakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, tetap saja. selama perjalanan, Widya banyak menemukan keganjilan. Keganjilan yang paling mencolok adalah, tidak satu atau dua kali, namun berkali-kali, ia melihat banyak sesajen yang di letakkan di atas tempeh, lengkap dengan bunga dan makanan yang di letakkan disana, di tambah bau kemenyan, membuat Widya tidak tenang. Setiap kali mau bertanya, hati kecilnya selalu mengatakan bahwa itu bukan hal yang bagus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, setelah dari Sinden, ia ijin kembali ke rumah, karena badanya tidak enak, dengan sukarela Bima yang mengantarkanya, jadi, observasi hanya di lakukan oleh 4 orang saja. Kemudian, sampailah di titik paling menakutkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tipak talas" kalau kata pak Prabu. sebuah batas dimana rombongan anak-anak di larang keras melintasi sebuah setapak jalan yang di buat serampangan, di kiri kanan, ada kain merah lengkap di ikat oleh janur kuning layaknya pernikahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kenapa tidak boleh pak?" tanya Ayu penasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu diam lama, seperti sudah mempersiapkan jawaban namun ia enggan mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iku ngunu Alas D****** , gak onok opo-opo'ne, wedine, nek sampeyan niki nekat, kalau hilang, lalu tersesat bagaimana?" (itu adalah hutan belantara, gak ada apa-apanya, hanya mempertimbangkan, takutnya kalau kalian kesana, hilang, tersesat, lalu bagaimana?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekali lagi, jawaban itu cukup membuat Widya yakin itu bukan yang sebenarnya. namun, perasaan merinding melihat jalanan setapak itu, nyata. Lanjut gak??</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi cuma ngasih tau. cerita ini sangat panjang, karena gw harus menulis sedetail mungkin setiap kejadian selama 6 minggu itu. gw gak mau kehilangan setiap detail pengalaman si pencerita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Btw, waktu denger ini, gw itu lemes tiap ingat waktu di ceritain lebaran lalu observasi berakhir ketika pak Prabu mengantar rombongan kembali ke rumah beliau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika kembali, Wahyu dan Anton bertanya, dimana kamar mandi, ia tidak menemukan tempat itu di tempat mereka menginap, rupanya, setiap rumah di desa ini tidak ada satupun yang punya kamar mandi. Alasan kenapa tidak ada satupun rumah yang memiliki kamar mandi adalah karena sulitnya akses air.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi, pak Prabu menjelaskan, di bagian selatan Sinden, samping sungai, ada sebuah bilik dengan kendi besar di dalamnya, disana, bisa di gunakan untuk mandi. Tidak berhenti di situ, pak Prabu mengatakan bahwa, mulai hari ini, kendi di dalam bilik akan di usahakan selalu terisi penuh, terutama untuk mandi anak-anak perempuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk laki-laki, bisa mengisi air di kendi dengan cara menimba air dari sungai. Semua anak tampak paham, meski muka Wahyu dan Anton tampak keberatan, namun mereka tidak dapat melakukan apa-apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekembalinya ke penginapan, Widya melihat Nur tengah tidur, hari itu di akhiri dengan rapat dengan semua anak, lalu kembali ke kamar untuk mengerjakan laporan. Sore menjalang malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur sudah bangun, saat itu juga, Widya memintanya untuk mengantarkan dirinya pergi ke kamar mandi di bilik samping Sinden, awalnya Nur tampak tidak mau, tapi karena di paksa, kahirnya ia pun ikut dengan catatan, Nur adalah yang pertama masuk bilik. Widya setuju. ia gak berpikir aneh-aneh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama perjalanan, ia melihat setiap rumah yang di lewati, rata-rata sama, semua rumah tepan (tembok di depan) kiri-kanan dari gedek (bambu dianyam), langit sudah merah, dan setelah menempuh jarak lumayan, akhirnya mereka sampai di Sinden. Bangunan Sinden itu menyerupai candi kecil, bedanya, kolamnya persegi 4 dengan air yang jernih tapi berlumut, setelah mencari-cari dari Sinden, ketemulah Bilik itu tepat di samping pohon Asem, yang besar sekali, rindang, tapi mengerikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sempet ragu, tapi Widya bilang lanjut. Rupanya benar, ada kendi besar di dalam bilik itu. Air juga sudah penuh di dalam kendi, Nur pun masuk, sementara Widya menunggu di depan bilik, matanya tidak bisa melepaskan diri dari bangunan Sinden yang entah kenapa seolah menarik perhatianya, di sampingnya, ada sesajen itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari dalam bilik, terdengar suara air bilasan dari Nur, setelah mencoba mengalihkan perhatian dari Sinden, Widya baru sadar, ada aroma kemenyan di dekat tempatnya berdiri, di telusurilah wewangian itu, benar saja, di samping pohon asem itu pun ada sesajenya. Yang lebih parah, bara dari kemenyan baru saja di bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Antara takut dan kaget, Widya kembali ke pintu bilik, dan dari dalam, sudah tidak terdengar suara air bilasan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur" "Nur" teriak Widya sembari menggedor pintu kayu, anehnya, hening, tidak ada jawaban dari dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
masih berusaha memanggil, terdengar sayup suara lirih, lirih sekali sampai Widya harus menempelkan telinganya di pintu bilik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
suara orang sedang berkidung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
kidungnya sendiri menyerupai kidung jawa, suaranya sangat lembut, lembut sekali seperti seorang biduan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur. bukak Nur!! bukak" spontan Widya menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu terbuka, Nur melihat Widya dengan ekspresi wajah panik</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nyapo to, Wid?" (kanapa sih Wid?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ekspresi ganjil Widya membuat Nur kebingungan, terlebih mimik wajahnya mencuri pandang bag dalam bilik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ayo ndang adus, gantian, aku sing gok jobo" (ayo cepat mandi, ganti biar aku yang jaga di luar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kaget, Widya sudah ragu, melihat samping Bilik ada sesajen, Widya tidak tau apa harus cerita ke Nur soal itu, namun dengan ragu, Widya akhirnya bergegas masuk bilik, menutup pintu. Bagian dalam bilik sangat lembab, kayu bagian dalamnya sudah berlumut hitam, di depanya ada kendi besar, setengah airnya sudah terpakai, meraih gayung yang terbuat dari batok kelapa dengan gagang kayu jati yang di ikat dengan sulur, Widya mulai membuka bajunya perlahan. Masih terbayang nyanyian kidung tadi, Widya mencuri pandang, ia tidak sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suasananya seperti ada sosok yg melihat dan mengamatinya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, sosok itu seperti wajah seorang wanita nan cantik jelita, masalahnya, Widya tidak tau siapa pemilik wajah. Ia berdiri di depan kendi, bajunya sudah tertanggal, meraih air pertama yang membasuh badanya, Widya merasakan dingin air itu membilas badanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sunyi, sepi, Nur tidak bersuara di luar bilik, memberikan sensasi kesendirian yang membuat bulukuduk merinding. Setiap siraman air di kepalanya, membuat Widya memejamkan matanya dan setiap ia memejamkan mata, terbayang wajah cantik nan jelita itu sedang tersenyum memandanginya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siapa pemilik wajah cantik itu? Kemudian, kidung itu terdengar lagi, Widya berbalik, mengamati,</div>
<div style="text-align: justify;">
suaranya, dari luar bilik. tempat Nur berdiri seorang diri. Apakah Nur yang sedang berkidung?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertanyaan itu, menancap keras di kepala Widya. Usai sudah acara mandi di sore itu, di perjalanan pulang, Widya mencuri pandang pada Nur, matanya mengawasi, seakan tidak percaya, kemudian ia bertanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, awakmu isok kidung jawa ya?" (Nur, kamu bisa bersenandung lagu jawa ya?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur mengamati Widya, kemudian, ia diam. Nur pergi tanpa menjawab sepatah katapun dari pertanyaan Widya. ia seperti membawa rahasianya sendiri, tanpa mau membagi rahasia itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Listrik di desa ini menggunakan tenaga Genset, jadi ketika jam menunjukkan pukul 9, lampu sudah mati, di ganti dengan petromak, Nur sudah pergi tidur, hanya tinggal Widya dan Ayu yang masih menyelesaikan progres untuk Proker esok hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya masih teringat kejadian sore tadi. Sebenarnya Widya mau cerita, namun bila melihat respon Ayu kemarin, sepertinya ia bakal di semprot dan berujung pada pidato tengah malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah keheningan mereka menggarap progres, tiba-tiba Ayu mengatakan sesuatu yang membuat Widya tertarik.</div>
<div style="text-align: justify;">
"mau aku ambek Bima, ngecek progres gawe pembuangan, pas muter deso, iling gak ambek Tapak talas, tibakne, gak adoh tekan kunu, onok omah sanggar" (tadi aku sama Bima, mengecek progres untuk pembuangan, ketika memutari desa, ingat tidak sama Tapak Tilas, ternyata, gak jauh darisana, ada sebuah bangunan tua menyerupai sanggar).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya terdiam beberapa saat, memproses kalimat Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Loh, awakmu kan wes reti nek gak oleh mrunu!!" (Loh, bukanya kamu sudah mengerti dilarang berada disana).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"guguk aku" (bukan aku) bela Ayu, iku ngunu Bima sing ngajak (jadi yang mengajak awalnya si Bima) jarene, onok wedon ayu mlaku mrunu, pas di tut'i, ra onok tibak ne (katanya ada perempuan cantik, pas di ikuti ternyata gak ada).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lah trus, awakmu tetep ae mrunu!!" (lah terus kamu tetap kesana).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah iki, yo kan aku ngejar Bima, opo di umbarke ae cah kui ngilang!!" (anak ini, kan saya mengejar Bima, apa di biarkan saja anak itu nanti hilang).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perdebadan mereka berhenti sampai disana, namun perasaan itu. Widya merasa perasaanya semakin tidak enak. sejak menginjak desa ini, semuanya terasa seperti kacau balau. Karena malam semakin larut, Widya pun beranjak pergi ke kamar, disana ia melihat Nur, sudah terlelap dalam tidurnya. Ayu pun menyusul kemudian, berharap malam ini segera berlalu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba terdengar langkah kaki saat Widya melihat apa yang terjadi, bayangan Nur melangkah keluar ragu apakah mau membangunkan Ayu, Widya pun beranjak dari tempatnya tidur, berjalan, mengejar Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rumah sudah gelap gulita, sang pemilik rumah tampaknya sudah terlelap di dalam kamarnya, di depan Widya, pintu rumah sudah terbuka lebar, dengan perlahan, Widya melangkah kesana. Malam itu sangat gelap, lebih gelap dari perkiraan Widya, bayangan pohon tampak lebih besar dari biasanya, dan sayup-sayup terdengar suara binatang malam, sangat sunyi, sangat sepi, di lihatnya kesana-kemari mencari dimana keberadaan Nur, Widya terpaku melihat Nur, di depanya. Nur berdiri di tanah lapang depan rumah, dia menari dengan sangat anggun, tanpa alas kaki, Nur berlenggak-lenggok layaknya penari profesional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, termengu mematung melihat temanya seperti itu. ragu, Widya mendekatinya. tak pernah terfikirkan Nur bisa menari seperti ini. "Nur" panggil Widya, tapi sosok Nur seperti tidak mendengarkanya, ia masih berlenggak lenggok, sorot matanya beberapa kali melirik Widya, ngeri, tiba-tiba bulukuduk terasa berdiri ketika memandangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari jauh, sayup sayup, kendang terdengar lagi, Widya semakin di buat takut, tabuhan gamelan sahut menyahut, campur aduk dengan tarian Nur yang seperti mengikuti alunan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kaki seperti ingin lari dan melangkah masuk rumah, tapi Nur semakin menggila, ia masih menari dengan senyuman ganjil di bibirnya. Sampai akhirnya Widya memaksa Nur menghentikan tarianya, ia berteriak meminta temanya agar berhenti bersikap aneh, dan saat itulah, wajah Nur berubah menjadi wajah yang sangat menakutkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sorot matanya tajam, dengan mata nyaris hitam semua. Widya menjerit sejadi-jadinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
kali berikutnya, seseorang memegang Widya kuat sekali, menggoyangkanya sembari memanggil namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya melihat Wahyu yang menatapnya dengan tatapan bingung plus takut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"bengi bengi lapo As* nari-nari gak jelas nang kene!!" (malam-malam ngapain anji*g!! nari sendirian disini seorang diri)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jeritan Widya rupanya membangunkan semua orang, termasuk si pemilik rumah, Widya melihat sorot mata semua orang memandangnya, tak terkecuali Nur yang rupanya baru saja keluar dari dalam rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo to ndok?" (ada apa sih nak?) kalimat itu lah yang pertama kali Widya dengar, si pemilik rumah tampak khawatir, namun Widya lebih tertuju pada Nur, ia juga memandang dirinya, mereka sama-sama termangu memandang satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian itu, diakhiri dengan cerita Wahyu. Wahyu menceritakan semuanya, awalnya ia hanya ingin menghisap rokok sembari duduk di teras posyandu, kemudian ia tidak sengaja melihat seseorang, sendirian, menari-nari di tanah lapang, karena penasaran, wahyu mendekat, sampai Wahyu baru sadar bila yang menari itu adalah Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua yang mendengarkan cerita Wahyu hanya bisa menatap nanar, tidak ada yang berkomentar, si pemilik rumah akhirnya menyuruh mereka semua bubar dan masuk ke dalam rumah lagi, karena hari semakin larut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si pemilk rumah, berjanji akan menceritakan ini kepada pak Prabu.</div>
<div style="text-align: justify;">
namun ada satu hal, yang sengaja Wahyu tidak ceritakan, nanti, ia akan menjelaskan semuanya. Namun malam itu, benar-benar Malam yang gila, seolah-olah menjadi pembuka rangkaian kejadian yang akan mereka hadapi di sela tugas KKN mereka ke dalam situasi yang paling serius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua orang sudah berkumpul, memenuhi panggilan pak Prabu, beliau bertanya tentang bagaimana kronologi kejadian, Ayu mengaku tidak tahu, Widya mengatakan ia sedang mengejar Nur yang pergi keluar rumah, namun Nur mengatakan ia hanya pergi ke dapur untuk mencari air minum. Semua penjelasan itu tidak membantu sama sekali, namun tampak dari raut muka pak Prabu, ia lebih tertarik bagaimana Widya bisa menari bila latar belakangnya saja bahwa ia mengaku tidak pernah belajar menari sebelumnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari itu, pak Prabu meminta Widya, Ayu dan Wahyu, menemaninya. Nur pergi, ia masih harus mengerjakan proker individualnya. Dengan berbekal motor butut yang tempo hari digunakan untuk mengantar mereka masuk ke desa ini, kali ini di gunakan untuk mengantar mereka ke rumah seseorang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu dengan Widya, Pak Prabu berboncengan dengan Ayu. Jalur yang mereka tempuh hampir sama dengan jalur yang tempo hari, anehnya, kali ini Widya merasakan sendiri, untuk sampai ke jalan raya tidak sampai 1 jam, malah tidak sampai 30 menit, lalu, bagaimana bisa ia merasakan waktu selambat itu pada malam ketika orang2 desa menjemput. Rumah yang pak Prabu datangi, rupanya rumah seseorang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
melintasi jalan besar, lalu masuk lagi ke sebuah jalan setapak buatan, Rumahnya bagus, malah bisa di bilang paling bagus di bandingkan rumah orang2 desa, hanya saja, rumah itu berdiri di tengah sisi hutan belantara lain. Berpagar batu bata merah, dengan banyak bambu kuning, rumah itu terlihat sangat tua, namun masih enak dipandang mata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di depan rumah, ada orang tua, kakek-kakek, sepuh, berdiri seperti sudah tau bahwa hari ini akan ada tamu yang berkunjung. Tidak ada yang tahu nama kakek itu, namun pak Prabu memanggilnya mbah Buyut, setelah pak Prabu selesai menceritakan semuanya, wajah mbah Buyut tampak biasa saja, tidak tertarik sama sekali dengan cerita pak Prabu yang padahal membuat semua anak-anak masih tidak habis pikir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesekali memang mbah Buyut terlihat menatap Widya, terkesan mencuri pandang, namun ya begitu, hanya sekedar mencuri pandang saja, tidak lebih. Dengan suara serak, mbah Buyut pergi kedalam rumah, beliau kembali dengan 5 gelas kopi yang di hidangkan di depan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Monggo" (silahkan) kata beliau, matanya memandang Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat itu, Widya menolak, mengatakan dirinya tidak pernah meminum kopi, namun senyuman ganjil mbah Buyut membuat Widya sungkan, yang akhirnya berbuntut ia meneguk kopi itu meski hanya satu tegukan saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kopinya manis, ada aroma melati didalamnya, yang awalnya Widya hanya mencoba-coba tanpa sadar, gelas kopi itu sudah kosong.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak hanya Widya, semua orang di tegur agar mencicipi kopi buatan beliau, katanya "tidak baik menolak pemberian tuan rumah".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua akhirnya mencobanya. Berikutnya. Wahyu dan Ayu kaget setengah mati, sampai harus menyemburkan kopi yang ia teguk, mimik wajahnya bingung, karena rasa kopinya tidak hanya pahit, tapi sangat pahit, sampai tidak bisa di tolerin masuk ke tenggorokan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anehnya, Pak Prabu meneguk kopi itu biasa saja. "begini" kata mbah Buyut, beliau menggunakan bahasa jawa halus sekali, sampai ucapanya kadang tidak bisa di pahami semua anak. ada kalimat, penari dan penunggu, namun yang lainya tidak dapat di cerna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia menunjuk Widya tepat didepan wajahnya, mimik wajahnya sangat serius. Pak Prabu mendengarkan dengan seksama, lalu berpamitan pulang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum mereka pulang, mbah Buyut memberi kunir tepat di dahi Widya, katanya untuk menjaga Widya saja. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kunjungan itu sama sekali tidak di ketahui tujuanya, selama perjalanan, pak Prabu bercerita, tentang kopi. Kopi yang di hidangkan mbah Buyut tadi adalah Kopi ireng yang di racik khusus untuk memanggil Lelembut, Demit dan sejenisnya, bukan kopi untuk manusia, mereka yang belum pernah mencobanya, pasti akan memuntahkanya, namun, bagi lelembut dan sebangsanya, kopi itu manis sekali. Semua anak memandang Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun pak Prabu segera mengatakan hal lain. "sepurane sing akeh nduk, sampeyan onok sing ngetut'i" (mohon maaf ya nak, kamu, ada yang mengikuti). sela mengatakan itu, pak Prabu juga mengatakan bahwa tidak perlu takut, karena Widya tidak akan serta merta di apa-apakan, hanya di ikuti saja, yang lebih penting, Widya tidak boleh dibiarkan sendirian, harus selalu ada yang menemaninya, untuk itu, pak Prabu punya gagasan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mulai malam ini, mereka akan tinggal dalam satu rumah, hanya dipisahkan oleh sekat dari bambu anyam, pak Prabu hanya meminta satu hal, jangan melanggar etika dan norma saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertemuan itu juga di minta untuk tidak di ceritakan ke siapapun lagi, bahkan Nur, Anton dan Bima.</div>
<div style="text-align: justify;">
tempat tinggal mereka yang baru tepat ada di ujung, cukup besar, dan bekas rumah keluarga yang merantau, sekaligus hal ini menjawab pertanyaan kenapa jarang di temui anak seumuran mereka di desa ini, rupanya, kebanyakan anak-anak yang sudah akil baligh pasti pergi merantau. Di belakang rumah, ada watu item (Batu kali) cukup besar, dengan beberapa pohon pisang, dan di kelilingi, daun tuntas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anton awalnya tidak setuju mereka pindah, karena atmoser rumahnya yang memang tidak enak dan itu bisa terlihat dari luar, namun ini, perintah dari pak Prabu. Setelah kejadian itu, Ayu sedikit menghindari Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya paham akan hal itu, namun Wahyu sebaliknya, ia mendekati Widya dan memberi semangat agar tidak mencerna mentah2 pesan orang tua itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sini, Wahyu bercerita kejadian yang tidak ia ceritakan di malam kejadian itu. "Wid, kancamu cah lanang iku, gak popo tah?" (Wid, temanmu yang cowok itu baik-baik saja kah?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"maksud'e mas?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah iku, ben bengi metu Wid, emboh nang ndi, trus biasane balik-balik nek isuk, opo garap proker tapi kok bengi?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(temanmu itu, setiap larut malam keluar Wid, entah kemana, trus biasanya baru balik pagi, apa sedang mengerjakan prokernya tapi kok harus malam?).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ra paham aku mas" (gak ngerti aku mas)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"trus" kata Wahyu "aku sering rungokno, cah iku ngomong dewe nang kamar"</div>
<div style="text-align: justify;">
(aku sering denger anak itu ngomong sendirian di dalam kamar).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ra mungkin tah mas" (gak mungkin lah mas).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sumpah!!" "gak iku tok, kadang, cah iku koyok ngguyu-nggyu dewe, stress palingan" (gak cuma itu, kadang dia tertawa sendirian, gila kali anak itu).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima iku religius mas, ra mungkin aneh-aneh" (Bima itu religius, gak mungkin aneh-aneh).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo wes, takono Anton nek ra percoyo, bengi sak durunge aku eroh awakmu nari, Bima asline onok nang kunu, arek'e ndelok tekan cendelo, paham awakmu sak iki. gendeng cah iku".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(ya sudah, tanya Anton kalau gak percaya, malam sebelum kejadian itu, Bima sebenarnya ada di kejadian, dia cuma lihat kamu dari jendela, paham kamu sekarang, gila itu anak).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya diam lama, memproses kalimat itu, ia melihat Wahyu pergi dengan raut wajah kesal. Malam semua anak sudah berkumpul, Nur ada di kamar, dia sedang sholat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya di ruang tengah sendirian, sedangkan Ayu, Wahyu dan Anton ngobrol di teras rumah, Bima, ada pertemuan dengan pak Prabu. Sebelum, suara kidung terdengar lagi, suaranya dari arah pawon (dapur). Untuk mencapai pawon, Widya melewati kamar, disana Nur sedang bersujud, semakin lama, suaranya semakin terdengar dengan jelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pawon rumah ini hanya di tutup dengan tirai, saat Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, sedang meneguk air dari kendi, lengkap dengan mukenanya. Widya mematung, diam, lama sekali, sampe Nur yang meneguk dari kendi melihatnya. Mata mereka saling memandang satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Lapo Wid" (kenapa Wid?) tanya Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya masih diam, Nur pun mendekati Widya, sontak Widya langsung lari, dan melihat isi kamar, disana, tidak ada Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo toh asline" (ada apa tah sebenarnya) tanya Nur yang sekarang di samping Widya, ia memegang bahu Widya. dingin. tangan Widya masih gemetaran, sampai semua anak melihat mereka kemudian mendekatinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo kok rame'ne" (kenapa kok rame sekali) tegur Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak eroh, cah iki ket maeng di jak ngomong ra njawab-njawab" (gak tau, anak ini di tanya daritadi gak jawab-jawab).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lapo Wid?" Wahyu mendekati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tanganmu kok gemeteran ngene, onok opo sih" (tanganmu kenapa gemetaran begini, ada apa sih?) tanya Anton.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur, jupukno ngombe kunu loh, kok tambah meneng ae" (Nur ambilkan air gitu loh, kok malah diam saja) tegur Anton,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur kembali dengan teko kendi yang tadi, dia memberikanya pada Widya, dan Widya kemudian meneguknya, lalu, tiba-tiba Widya diam lagi, membuat semua orang bingung tangan kiri Widya masih memegang teko, sedangkan tangan kananya, terangkat lalu masuk ke dalam mulut, disana, Widya berusaha mengambil sesuatu, ada 2 sampai 3 helai rambut hitam, panjang, dan itu keluar dari dalam mulut Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua yang menyaksikanya, beringsut mundur. kaget. Begitu penutup tekonya di buka, di dalamnya, ada segumpal rambut, benar-benar segumpal rambut dengan air di dalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur yang melihatnya langsung bereaksi. "aku mau yo ngombe teko kunu, gak eroh aku onok barang ngunu'ne" (tadi aku juga minum dari situ, gak tau ada begituanya).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya muntah sejadi-jadinya, saat keadaan tegang seperti itu, Anton tiba-tiba mengatakan "awakmu di incer yo Wid, jare mbahku, nek onok rambut gak koro metu, iku biasane nek gak di santet yo di incer demit".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kamu di incar ya Wid, kata mbahku, kalau tiba2 muncul rambut. Itu biasanya kalau gak di santet ya di incar makhluk halus).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur, kemudian mengatakanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, opo penari iku jek ngetuti awakmu, soale ket wingi aku wes ra ndelok gok mburimu maneh"(Wid, apa penari itu masih ngikutin kamu, soalnya dari kemarin aku belum lihat dia di belakangmu)</div>
<div style="text-align: justify;">
berhari-hari setelah pengakuan Nur itu, membuat Widya semakin was-was, ia jatuh sakit selama 3 hari, dan selama itu juga, Widya hanya terbaring di atas tikar kamar, Nur tidak melanjutkan lagi ceritanya, karena katanya ia sudah salah mengatakanya, seharusnya ia menahan cerita itu. Selama Widya terbaring sakit, ia seringkali di tinggal sendirian didalam rumah itu, dan selama tinggal di rumah itu, ada satu kejadian yang tidak akan pernah Widya lupakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua di mulai ketika, ia hanya berbaring di atas tikar, Ayu dan Nur berpamitan akan memulai proker mereka. Anak2 cowok juga memulai proker mereka masing2, seharusnya, tidak ada satupun orang di rumah itu, namun, siang itu, terdengar suara sesuatu yang di pukuli, hal itu menimbulkan rasa penasaran, suaranya seperti benturan antara lempengan yang keras, awalnya Widya menghiraukanya. Namun, semakin lama, Widya tidak tahan dan akhirnya memeriksanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suara itu terdengar ada di belakang rumah, tepat di samping pawon (dapur), maka Widya pergi kesana, saat ia sampai di pintu pawon, yang terbuat dari kayu, Widya berhenti, di sela2 pintu, Widya mengintip. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alangkah bingungnya Widya, melihat di antara pohon pisang, ada seorang bapak2, usianya berkisar antara 50'an, menggunakan pakaian hitam ala orang yang akan berkebun, ia berdiri di antara pohon pisang, matanya tampak mengawasi rumah yang menjadi penginapan Widya selama KKN</div>
<div style="text-align: justify;">
lama sekali, bapak itu berdiri mengawasi penginapan Widya, gerak-geriknya sangat mencurigakan, seperti ingin masuk ke rumah namun, bapak itu ragu-ragu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketakutan, tiba-tiba terasa di dalam diri Widya, kemudian, selang beberapa menit, bapak itu pergi meninggalkan tempat itu. Rasa lega, bapak itu pergi, Widya berniat kembali ke kamar, disana ia melihat Anton, baru saja masuk rumah, mereka berpapasan, bodohnya, Widya tidak menceritakan hal itu kepada Anton dan anak lain, karena keesokan harinya, peristiwa yang sama itu, kembali terulang..</div>
<div style="text-align: justify;">
di awali suara keras yang sama, Widya kembali mengintip, kali ini, bapak itu lebih berani, ia melihat kesana-kemari, mendekati penginapan dan beberapa kali berusaha mengintip, dari gerak-geriknya, tampaknya bapak itu berniat buruk, masalahnya, apa yang ingin dia cari disini. Memikirkan hal itu, Widya tiba-tiba seperti baru ingat, ia hanya di rumah ini sendirian, seorang wanita, sendirian di dalam rumah, dan seorang pria asing, mendekati rumah itu, apalagi kalau bukan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat, ketika si bapak sudah berdiri di depan pintu pawon, suara itu mengejutkanya suara keras itu rupanya dari Batu di belakang pawon, keras sekali sampai membuat si bapak lari tunggang langgang, Widya menyaksikanya sendiri, ada yang melempar batu cukup besar, tepat di Watu item (Batu kali) di belakang rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehingga si bapak panik dan pergi, Widya ikut pergi . Widya melaporkanya pada pak Prabu, yang ikut kaget mendengarnya, di carilah si bapak itu, dan ketemu, rupanya dia adalah warga desa sana, ketika di tanya apa yang dia lakukan di rumah anak-anak KKN, bapak itu mengatakan sesuatu, yang entah benar atau tidak, bila ia melihat wanita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita yang di lihat si bapak ini, mengenakan pakaian seperti dayang (penari) dan ia masuk rumah ini, namun karena beliau takut di sangka melakukan hal-hal tidak baik, ia memeriksanya diam-diam, tapi, di hari dimana ia lari tunggang langgang, ia melihat sesuatu di pawon rumah. Ia melihat wanita itu di dalam pawon rumah, ia sedang menari dengan anggun, sesaat sebelum ia melihat wajahnya, si bapak kaget setengah mati, karena di balik sirat wajah wanita yang di sangka terlihat jelita itu, rupanya polos, rata tak ada bentuk. Apa yang di ucapkan si bapak memang tidak dapat di percaya, namun pak Prabu tidak punya bukti lebih jauh, maka pak Prabu hanya menegur agar tidak melakukan hal itu lagi, si bapak pun pergi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, pak Prabu mengatakan hal lain yang membuat Widya begidik ngeri, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok sing nyoba ngbari sampeyan mbak" (ada yang mencoba memberi pesan sama kamu mbak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sinten pak?" (siapa pak?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mbah-mbah sing nunggu nang Watu Item" (kakek-kakek penjaga batu kali itu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kejadian itu, Widya di minta ke rumah pak Prabu bila masih sakit. Namun, ada kejadian lagi, yang Widya alami, kali ini melibatkan Nur, dan alasan kenapa rentetan semua kejadian ini, berhubungan satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="color: blue;">Mohon Maaf, harusnya hari ini gw Free, udah siapin waktu juga, rencana awal mau namatin malam ini tapi tiba-tiba di suruh lembur lagi.</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="color: blue;"><br /></span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="color: blue;">Besok saja ya, mohon maaf sekali...</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="color: blue;"><br /></span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu itu siang hari, Widya sedang mengerjakan prokernya yang sudah tertunda beberapa hari, Wahyu mendekati Widya, ia menawarkan kesempatan untuk keluar desa sementara karena harus membeli perlengkapan untuk progress kerjanya yang harus di beli di kota.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Melu mboten?" (ikut gak?)</div>
<div style="text-align: justify;">
"adoh gak?" (jauh gak?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"2 jam" kata Wahyu, "aku wes ijin pak Prabu, oleh nyilih motor'e" (aku sudah ijin pak Prabu, boleh pinjem motornya).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih pon, melu" (ya sudah, ikut)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu melihat jam di tanganya, pukul 11 lewat, ia harus cepat menyelesaikan urusanya di kota,</div>
<div style="text-align: justify;">
karena sesaat sebelum meminta ijin, pak Prabu sudah mewanti-wanti untuk sudah kembali sebelum hari petang, saat Wahyu menanyakan kenapa harus seperti itu, toh ada jalan setapak yang gampang di telusuri untuk masuk ke hutan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
dengan wajah tidak tertebak, pak Prabu, mengatakan,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gak onok sing ngerti opo sing onok gok jero'ne Alas le" (tidak ada yang pernah tau apa yang tinggal didalam hutan nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka berangkat, menembus jalan setapak, lalu sampai di jalan raya besar, menyusurinya, jauh, sangat jauh, sampai akhirnya mereka tiba di kota B, disana mereka berhenti di sebuah pasar, Wahyu dan Widya mulai mencari segala keperluan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kurang lebih setelah 2 jam, mencari kesana kemari dan setelah mendapatkanya, mereka langsung cepat kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu berhenti di pom bensin, ia harus mengembalikan motornya dalam keadaan bensin full, etika ketika meminjam barang orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jam sudah menunjukkan pukul 4, sudah terlalu sore, sejenak ia melihat Widya dari jauh, ia berhenti tepat di samping penjual cilok, ketika Wahyu sampai disana, ia membeli beberapa cilok, untuk Widya dan dirinya sendiri, saat itulah, si penjual cilok, melihatnya seperti ingin menyampaikan sesuatu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas nya pendatang?" Kata orang asing itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mboten pak" "kulo KKN ten mriki" (tidak pak, saya hanya KKN disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tetep ae, wong joboh to" (tetap saja, orang luar kan?) kata si penjual, masih melihat Widya dan Wahyu bergantian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek oleh takon, masnya sama mbaknya KKN dimana?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu menceritakan semuanya, termasuk tempat KKN nya, saat itu juga terlihat jelas sekali perubahan wajah si penjual.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Loh, sampeyan berarti mari iki liwat Alas D*********??" (berarti sebentar lagi anda akan lewat di hutan **********??)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih pak" (iya pak)</div>
<div style="text-align: justify;">
"loh loh, halah dalah" "wes yangmene mas, opo ra isok mene ae mas, sampeyan golek penginapan ae, soale nek jam yangmene, jarang onok sing liwat" (sudah jam segini mas, apa gak bisa besok saja mas, cari saja penginapan, soalnya jam segini sudah jarang ada yang lewat) kata si bapak</div>
<div style="text-align: justify;">
"mboten pak, kulo bablas mawon" (tidak pak, saya lanjut saja) kata Wahyu,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngeten mas, isok kulo nyuwun waktu'ne sampeyan??" (gini mas, bisa saya minta waktunya sebentar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si penjual cilok, tiba-tiba mengatakan hal itu dengan wajah tegang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih pak" kata Wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya yang sedari tadi memilih diam, hanya mendengarkan saja saat penjual cilok itu menceritakan apa yang harus mereka lakukan saat masuk ke Alas ***********</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngeten mas" (begini mas) "engken, bade sampun mlebet nang Alas'e sampeyan mlaku ae teros"</div>
<div style="text-align: justify;">
(nanti setelah kalian sampai dan masuk ke jalanan hutanya, jalan saja ya terus)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ora usah mandek, utowo ngeladeni opo ae, ngerti ya mas"(gak usah berhenti, apalagi mengurusi hal apapun, sampai sini paham ya mas)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ojok lali, moco dungo'e sing katah"(jangan lupa doanya yg banyak)</div>
<div style="text-align: justify;">
(sing paling penting, nek sampeyan krungu suoro ra onok wujud'e, tetep lanjut, bade sampeyan sampe di gawe ciloko, nek isok lanjut, lanjut ae, ra usah di urus mas, sampeyan percoyo ae, dungo nggih" (yang paling penting, jika kalian dengar suara tanpa wujud, tetap lanjut saja)</div>
<div style="text-align: justify;">
(jika sampai kalian di bikin celaka, lalu kalian masih bisa melanjutkan, lanjutkan saja, jangan pernah berhenti disana, yang penting tidak usah di perdulikan, kalian percaya saja, doanya juga utamakan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Widya tidak pernah mendengar ada orang yang sampai bercerita dengan mimik wajah yang tegang, bahkan bibirnya gemetar saat menceritakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kulo dongakno sampeyan sampeyan selamet sampai nang Tujuan". (saya doakan kalian selamat sampai tujuan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat ketika langit sudah kemerahan, mereka melanjutkan perjalanan, di belakang, Widya mulai merasakan angin dingin, melewatinya begitu saja. tidak pernah di sangka, jalan masuk hutan, lebih gelap ketika petang sudah mulai menjelang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cahaya motor yang dikendarai Wahyu menembus kegelapan malam, kilasan pohon hutan di samping kiri kanan jalan menjadi pemandangan tak terelakan, hanya suara motor yang mampu menghidupkan sepi senyap di sepanjang jalan, karena benar saja, tak di temui satupun pengendara lain disini Wahyu mencoba mencairkan suasana dengan berandai-andai bagaimana bila motor mogok atau ban meletus di tengah antara hutan ini sementara belum di temui satupun pengendara yang lewat, Widya hanya menanggapi kecut, takut bila pengandaian wahyu terjadi pada mereka, dan benar saja. Motor mereka ngadat tepat setelah Wahyu mengatakan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, diam seribu bahasa, hal kurang pintar dari manusia sejak dulu kala adalah memikirkan sesuatu yang buruk di kondisi yang buruk yang bahkan tidak seharusnya mereka lakukan manakala Doa bisa saja di kabulkan sewaktu2.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mlaku o disek, ben aku isok nyawang awakmu" (jalan saja dulu, biar aku bisa tetap memantau kamu) kata Wahyu, sudah tidak tahan mendengar berapa kali kata "Goblok" keluar dari mulut Widya, sepanjang mereka berjalan sendirian menyusuri jalan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sembari mencoba menstarter motor, entah berapa lama mereka berjalan, dan masih belum di temui satupun pengendara yang di mintai pertolongan, Wahyu masih melihat Widya, berjalan sendirian didepan, tak sekalipun wajahnya menengok Wahyu seolah Wahyu sudah melakukan kesalahan paling fatal, yang pernah Wahyu buat. Sampai, langkah kakinya berhenti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, menghentikan langkah kakinya, Wahyu yang melihat itu, tiba-tiba merasa ada sesuatu yang salah. Pasti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nek sampek awakmu kesurupan, bener-bener parah awakmu, gak isok ndelok sikonku nyurung montor ket mau" (kalau sampai kamu kesurupan, bener-bener keterlaluan kamu, apa gak bisa lihat kondisiku dari tadi sudah capek dorong motor dari tadi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya melihat Wahyu, mata mereka saling memandang satu sama lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yu, krungu ora?? suara mantenan??" (Yu, dengar tidak? ada suara hajatan??)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan mau mengatakan Widya sinting, tapi, Wahyu juga mendengarnya, dan suara itu tidak jauh dari tempat mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, eleng gak, jare wong dodol cilok, nek onok opo-opo lanjut ae" (Wid, inget gak kata penjual cilok, jangan berhenti walau ada apapun, kita lanjut saja) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti kata Wahyu, Widya pun melanjutkan perjalanan, semakin mereka berjalan, semakin keras suara itu, dan semakin lama, di iringi suara tertawa dari orang-orang yang sedang melangsungkan hajatan, sampai, di lihatnya, terdapat jenur kuning melengkung, disana, Widya melihatnya sebuah pesta, tepat di sebuah tanah lapang samping jalan raya, seperti sebuah area perkampungan, disana, lengkap dengan orang-orangnya, juga panggung tempat musik di dendangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu dan Widya, terdiam cukup lama, seperti termenung memastikan bahwa yang mereka lihat, manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
tidak ada angin, tidak ada hujan, Wahyu dan Widya tercekat saat ada orang tua bungkuk bertanya tiba-tiba tepat di samping mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nopo le" (ada apa nak?) suaranya halus sekali, sangat halus, "sepeda'e mblodok?" (motornya mogok?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu dan Widya hanya mengangguk, pasrah. Si orang tua memanggil anak-anak yang lebih muda, kemudian menuntun sepeda, menepi dari jalan raya, tidak lupa, si orang tua mempersilahkan Wahyu dan Widya istirahat sebentar, sembari menunggu motornya di betulkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suanasanya ramai, semua orang sibuk dengan urusanya sendiri2. Ada yang bercanda, ada yang mengobrol satu sama lain, ada yang menikmati alunan gamelan yang di tabuh seirama, lengkap dengan si pengantin yang terlihat jauh dari tempat Wahyu dan Widya duduk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku ra eroh nek onok kampung nang kene?" (aku tidak tau ada kampung disini?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya hanya diam saja, matanya fokus pada panggung, didepan penabuh gamelan masih ada ruang, acara apa yang akan mereka adakan dengan ruang seluas itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rupanya, pertanyaan Widya segera terjawab, dari jauh, tiba-tiba tercium aroma melati. aroma yang familiar bagi Widya. Diikuti serombongan orang, dihadapanya ada seorang penari, ia di tuntun naik ke atas panggung, kemudian, semua orang memandang pada satu titik, tempat penari mulai berlenggak lenggok di atas panggung, semua mata, seperti terhipnotis melihatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayu'ne curr!!"(cantik sekali anj*ng!!) kata Wahyu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bingung, apakah hanya perasaan saja, mata si penari beberapa kali mencuri pandang pada Widya, ia seperti mengenal penari itu, tapi, tidak ada yang tau siapa si penari, sampai si bapak tua kembali, menawarkan makanan pada mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu yang mungkin lapar, melahap habis mulai dari lemper sampai apem di hadapanya, sembari bercakap-cakap sama si bapak tua, namun Widya lebih suka melihat si penari, ia mampu membuat semua orang tertuju melihatnya, menatapnya dengan tatapan yang menghipnotis. Setelah si penari turun dari panggung, si bapak mengatakan, motor mereka sudah selesai, bisa di naikin lagi, benar saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Motor mereka sudah bisa di pakai lagi, sebelum pergi, Wahyu dan Widya berpamitan, mereka berterimakasih sudah mau menolong mereka yang kesusahan. Si bapak mengangguk, mengatakan mereka harus hati-hati, tidak lupa si bapak memberi bingkisan, menunjukkan isinya pada Wahyu dan Widya, itu adalah jajanan yang di hidangkan tadi, membungkusnya dengan koran, Widya menerimanya, mengucap terimakasih lagi, lalu lanjut pergi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada yang seheboh Wahyu, yang terus berbicara tentang cantiknya paras si penari, kisaran usianya mungkin lebih tua dari mereka, namun, cara dia berdandan, bisa menutupi usianya sehingga dari jauh, kecantikanya terlihat begitu sulit di gambarkan. Widya, lebih tertarik dengan kampung itu. demi apapun, sewaktu perjalanan, tidak di temui satu kampung pun, jangankan kampung, warung saja tidak ada sama sekali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, motor Wahyu benar-benar mereka betulkan, dan mereka tulus membantu tanpa meminta apapun. Jadi, apa mungkin, hantu bisa membetulkan motor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu yang coba Widya yakini, mungkin, mereka tidak melihat kampung tadi saja, yang terpenting, di jalan setapak ini, Desa KKN mereka sudah semakin dekat. Sesampainya di kampung, Wahyu pergi mengembalikan motor, sedangkan Widya sudah di tunggu oleh semua anak, mereka khawatir, berdiri menunggu di teras rumah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tekan ndi seh?? kok suwe'ne" (darimana sih? kok lama sekali) kata Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tekan Kota, belonjo keperluan kene" (dari kota belanja keperluan kita)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur membuang muka melihat Widya, sudah biasa, kadang Nur memang seperti itu, setelah dia menceritakan kejadian kemarin, ia tidak lagi mau membicarakan itu, sekarang, dia sedikit menjauhi Widya, dan ia merasakan itu, sangat terasa. Di suasana tegang itu, hanya Bima yang mencoba mencairkan suasana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes ta lah, kok kaku ngene seh" (sudahlah, kok canggung gini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima menggandeng Widya, menyuruhnya masuk rumah, "awakmu pegel kan" (kamu pasti capek kan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak beberapa lama, Wahyu sudah datang, ia masuk ke rumah tanpa membuang2 waktu, alih-alih ia istirahat, Wahyu dengan suara menggebu-gebu bercerita kalau baru saja mengalami kejadian tidak mengenakan atas insiden motor, sampai dibantu, orang kampung, tidak lupa, ia bercerita tentang penari yang ia temui, kecantikanya, ia ceritakan semua. Bukan sambutan yang Wahyu dapat, tapi tatapan kebingungan lah yang pertama Wahyu lihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ra onok Deso maneh nang kene" (tidak ada desa lagi disini) kata Bima, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu yang mendengar itu tidak terima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"eroh tekan ndi awakmu" (tau darimana kamu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku wes sering nang kota yu"</div>
<div style="text-align: justify;">
(aku sudah sering ke Kota Yu) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Prokerku onok hubungane ambek program hasil alam, dadi sering melu nang kota mabek wong-kene" (Prokerku berhubungan sama program hasil alam, jadi sering ikut ke kota sama orang sini) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sampe sak iki, aku rong eroh onok deso maneh nang kene" (sampai sekarang, aku belum nemuin satu lagi kampung di dekat sini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngomong opo, mbujuk" (bicara apa, nipu) kata Wahyu geram.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mas" kata Nur</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pancen ra onok Deso maneh nang kene, kan wes tau di bahas" (Mas, memang gak ada lagi desa disini, kan sudah pernah di bahas dulu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"koen kabeh nek ra percoyo, tak dudui bukti, nek aku ketemu wong deso liane" (kalian kalau gak percaya tak kasih bukti kalau ada desa lain di sekitar sini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya yang sedari tadi diam, tiba-tiba di tarik oleh Wahyu. "takono ambek Widya nek ra percoyo"</div>
<div style="text-align: justify;">
(tanya sama Widya kalau tidak percaya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya masih diam, lama, sementara yang lain menunggu Widya berbicara, hal yang membuat Widya bingung adalah, kopi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sadar atau tidak, Widya sempat merasakan aroma kopi yang manis itu di jajanan yang ia cicipi, rasanya sama persis. Karena tidak sabar, Wahyu membuka paksa tas Widya dan mengambil bingkisan itu, bukan koran lagi yang Wahyu temuin, namun, daun pisang yang terbungkus di jajanan pemberian bapak tua itu. Tepat ketika Wahyu membuka bingkisan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua orang melihat isi di dalam bingkisan itu, berlendir, dan aromanya sangat amis, tidak salah lagi, di dalam bingkisan itu adalah kepala monyet yang masih segar dengan darah di daun pisangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kejadian malam itu. Wahyu mengurung diri dalam kamar, 3 hari lamanya, kadang, ia masih tidak percaya dengan hal itu, namun, bila mengingat bagaimana kepala-kepala monyet itu jatuh dari tanganya, rasa mualnya akan kembali, membuat wahyu harus memuntahkan isi perutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya hanya mengulang kalimat mbah Buyut "jangan menolak pemberian tuan rumah" sejatinya, Wahyu dan Widya sudah benar, meski ia tahu semua itu ganjil, namun mereka harus tetap mencicipinya, yang jadi masalahnya, hanya Widya yang sadar, bahwa yang menemani mereka bukanlah manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seandainya saja, Widya mengatakan keganjilan itu kepada Wahyu, menolak pertolongan mereka, menolak pemberian mereka, mungkin jalan cerita semua ini akan benar-benar berbeda, bisa saja, justru, penolakan seperti itu akan mendatangkan balak (bencana) bagi mereka, apapun itu, Widya sudah mengerti satu hal, ada hubungan yang secara tidak langsung, tentang dirinya dan sang Penari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu, Widya baru selesai melihat prokernya yang di bantu beberapa warga desa, ketika langit sudah gelap gulita, Widya menyusuri jalan setapak desa, seperti biasa, suara binatang malam mulai terdengar, ia terus berjalan sampai melihat rumah tempat mereka menginap. Seharusnya yang lain sudah ada di rumah, entah mencicil laporan proker atau mungkin sejenak beristirahat, namun anehnya, lampu petromax yang seharusnya menyala di depan rumah, mati. membuat rumah itu terlihat lebih sunyi, kelam, dan mengerikan. Seolah rumah itu memanggil namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes biasa" batin Widya, memantapkan hatinya. rumah ini memang masih terbilang baru bagi Widya dan yang lainya, namun, tempo hari, mendengar bahwa ada penunggu di belakang rumah, membuat Widya kadang tidak tenang, dan beberapa kejadian ganjil hampir pernah Widya alami, hanya saja</div>
<div style="text-align: justify;">
apa yang Widya alami, apakah juga mereka alami, hanya saja mereka menutupi dan lebih memilih diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini, Widya sudah ada di depan pintu, mengetuknya, mengucap salam, dan kemudian melangkah masuk, dilihatnya ruang tengah, tempat biasa Ayu ada disana, menulis laporan, sayangnya tidak ada Ayu disana. Hanya ruangan kosong.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di teras rumah pun sama, seharusnya Wahyu dan Anto ada disana, sedang bercanda seputar apa yang mereka lakukan hari ini di temani asap rokok dari mulut mereka, atau suara Nur yang sedang mengaji, dan Bima yang entah apa yang ia lakukan. Selama tinggal di rumah ini. hanya Bima, yang masih terasa asing bagi Widya. Sayangnya, malam itu, tak di temui satupun penghuni rumah ini, apakah Widya terlalu sore untuk pulang, sedangkan yang lain masih sibuk mengurus proker mereka masing-masing bersama warga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entahlah. Widya bersiap masuk ke kamar, saat, sekelebat perasaan tak nyaman itu muncul. Perasaan seolah ada yang mengawasi entah darimana, dan menimbulkan rasa berdebar di dada, ketika, suara tawa ringkik terdengar dari Pawon (dapur) rumah, saat itulah, Widya yakin, sesuatu ada disana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesuatu yang bukan lagi hal baru, ia harus memeriksanya. Ketika Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, duduk di sebuah kursi kayu, matanya menatap lurus tempat Widya berdiri, ia masih mengenakan mukenah putihnya seolah-olah, ia baru menunaikan sholat dan belum menanggalkan mukenahnya, hanya saja, kenapa ia duduk diam seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
"Nur" </div>
<div style="text-align: justify;">
"ngapain?" kata Widya.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur masih diam, matanya seperti mata orang yang kosong. Saat itulah, Widya melihat Nur menundukkan kepalanya dengan posisi duduk itu, seakan-akan ia tertidur di atas kursi kayunya. membuat Widya panik, mendekatinya. Widya menggoyang badanya, namun Nur tidak bergeming, saat Widya mencoba menyentuh kulit wajahnya yang dingin, Nur terbangun dan melotot melihat Widya, tatapanya, seperti orang yang sangat marah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Cah Ayu" (anak cantik) hal itulah yang pertama Widya dengar dari Nur, hanya saja, suaranya, itu bukan suara Nur. suaranya menyerupai wanita uzur. melengking, membuat bulukuduk Widya seketika berdiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, saat Widya mencoba pergi, tanganya sudah di cengkram sangat kuat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kerasan nak nang kene," (betah tinggal disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya tidak menjawab sepatah katapun, suaranya mengingatkanya pada neneknya sendiri, benar-benar melengking.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo opo cah ayu, wes ngertos badarawuhi" (gimana anak cantik, sudah kenal sama penunggu disini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya mulai menangis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lo lo lo, cah ayu ra oleh nangis, gak apik" (anak cantik gak boleh menangis). Matanya masih melotot, pergelangan tangan Widya di cengkram dengan kuku jari Nur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah lanang sing ngganteng iku ae wes kenal loh kale Badarawuhi" (anak ganteng itu saja sudah kenal sama dia).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nur" ucap Widya sembari tidak bisa menahan takutnya lagi, suasana di ruangan itu benar-benar baru kali ini bisa membuat Widya setakut ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iling Nur iling" (sadar Nur sadar)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur tertawa semakin kencang, tertawanya benar-benar menyerupai tertawa yang membuat Widya diam takut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu gak ngerti, sopo aku" (kamu gak ngerti siapa aku?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mbok pikir, nek gak onok aku, cah ndablek model koncomu sing gowo Bolo alus nang kene isok nyilokoi putu 'ku, aku, sing jogo Nur sampe sak iki, ra tak umbar, Bolo alus nyedeki putuku. ngerti"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kamu pikir, kalau tidak ada aku, anak nakal seperti temanmu yang sudah membawa penunggu disini bisa mencelakai cucuku, aku yang selama ini sudah menjaganya, tidak akan ku biarkan mereka mendekati cucuku. mengerti)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nyilokoi nopo to mbah" (mencelakai bagaimana?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"cah ayu, kancamu siji bakal ra isok balik. nek awakmu rong sadar, opo sing bakal kedaden, tak ilingno, cah ganteng iku, bakal gowo ciloko, nyeret kabeh nang petoko nang deso iki"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(anak cantik, satu dari temanmu tidak akan bisa kembali, jika kamu belum sadar, semuanya akan terjadi, ingatkan anak itu, yang sedang membawa petaka jika di biarkan semuanya akan kena batunya di desa ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah mengatakan itu, Nur teriak keras sekali, lalu jatuh terjerembap. Widya menggotong Nur kembali ke kamarnya, menungguinya sampai ia terbangun dari pingsanya, dan benar saja, ia tidak tahu kenapa ia bisa tertidur, mungkin terlalu terbawa ketika sholat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur bercerita saat di pondok, kalau sudah kudu menikmati sholatnya, biasanya sampai ketiduran.</div>
<div style="text-align: justify;">
entah apa yang Widya pikirkan, sampai tiba-tiba ia bertanya hal yang Nur paling tidak sukai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sejak kapan bisa lihat begituan?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Awalnya, Nur salah tingkah, tidak mau cerita, sampai ketika Widya menungguinya, Nur mengatakanya, sejak mondok, ia bisa melihatnya, karena memang harus. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ghaib itu ada" kata Nur, "sebenarnya, tiap orang ada yang jaga, jenisnya berbeda-beda, ada yang jahat, ada yang baik, ada yang cuma mengikuti, ada yang cuma numpang lewat".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"awakmu onok sing jogo?" (kamu ada yang jaga?) tanya Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"jarene onok" (katanya ada) ucap Nur, suaranya pelan, sepeti tidak mau menjawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"kok jarene" (kok katanya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku ra tau ndelok Wid, aku di kandani kancaku sak durunge metu tekan pondok, jarene, sing jogo aku, wujud'e mbah dok, mbahku biyen)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(aku belum pernah melihatnya langsung, aku di kasih tahu temanku sebelum keluar dari pondok, katanya, wujudnya menyerupai nenekku)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah mendengar itu, Widya hanya mendengar Nur, bercerita tentang pengalamanya selama mondok, namun, Widya lebih memikirkan hal lain. 23 Hari, sudah di lalui, setiap hari, perasaan Widya semakin tidak enak, di mulai dari satu persatu warga yang membantu prokernya mulai tidak datang satu persatu, kabarnya mereka jatuh sakit, anehnya, itu terjadi di proker kelompok mereka, yang berurusan dengan Sinden.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pernah suatu hari, Widya mendengar secara tidak langsung, kalau ini semua karena Sindenya mengandung kutukan, tapi pak Prabu bersihkeras itu mitos, takhayul, sesuatu yang membuat warga desanya ketinggalan jaman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, satu kali, Widya pernah di kasih tahu warga, bila Sinden ini ada yang jaga. Katanya, Sinden ini dulu, sering di gunakan untuk mandi oleh dia. dia yang di bicarakan ini, tidak pernah di sebut warga, namun yang mencurigakan dari kasus ini adalah, nama Sinden ini, adalah Sinden kembar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sinden kembar. Widya selalu mengulangi kalimat itu. Sinden kembar, membuat Widya semakin penasaran. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan kenapa pak Prabu memasukkan ini menjadi proker adalah, agar air sungai dapat di alirkan ke Sinden ini, sehingga warga tidak perlu lagi jauh-jauh mengambil air ke sungai yang tanahnya terjal, namun, seperti ada yang ganjil</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu, Ayu mengumpulkan semua anak, perihal masalah yang mereka hadapi, hampir setengah warga yang membantu proker mereka tidak mau melanjutkan pekerjaanya. alasanya bermacam-macam, sibuk berkebun sampai badanya sakit semua. Dari semua anak yang punya usul, hanya Bima yang tidak seantusias yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di malam itu juga, Widya ingat yang di katakan Wahyu, setiap malam, Bima pergi keluar rumah, entah apa yang di lakukanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, sengaja begadang hanya untuk memastikan, dan ternyata benar, malam itu Bima pergi keluar rumah. Widya masuk ke kamar Bima, disana ada Wahyu sama Anto, yang pertama Widya lakukan, membangunkan Wahyu, meski enggan, Widya terus memaksanya, setelah Wahyu benar-benar terjaga, Widya memberitahu kalau Bima baru saja keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wahyu hanya menatap Widya keheranan,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"aku lak wes tau ngomong su" (aku kan sudah pernah bilang jing)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"lha ya, ayo di tutno, nang ndi arek iku" (lha iya, makanya, ayo kita ikuti, kemana anak itu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"gawe opo? paling nang omahe prabu, ndandani tong bambu'ne" (buat apa, palingan dia ke rumah prabu, memperbaiki tong sampahnya yang dari bambu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo wes mboh" (ya sudah terserah)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya keluar dari kamar itu, kemudian ia pergi menyusul Bima, sendirian. Bima itu anak cowok yang paling religius, sama kaya Nur, karena mereka memang sudah dekat di kampus. tapi, Anton sering cerita, kalau kadang, dia memergoki Bima Onani di dalam kamar, dan itu tidak sekali dua kali, masalahnya adalah, saat Bima melakukan itu, ada suara perempuan. Widya tidak terima Bima di katain itu oleh Anton, Widya pun bertanya darimana dia tahu Bima onani?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"heh, mbok pikir aku ra eroh wong onani iku yo opo?" (kamu pikir saya gak tau bagaimana cowok onani?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya masih diam, mendengarkan penjelasan Anton.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sing dadi masalahe iku guk Bima Onani" </div>
<div style="text-align: justify;">
"kabeh lanangan pasti tahu onani, aku gak munafik, masalahe, onok suara wedok'e,??"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(yang jadi masalahnya itu bukan Bima onani, semua cowok pasti pernah, aku gak munafik, masalahnya, ada suara perempuanya.??)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"pas tak enteni, sopo arek iku, nek gak awakmu, pasti Ayu nek gak Nur, tapi, ra onok sopo sopo sing nang kamar ambek cah kui" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(ketika ku tunggu, siapa perempuan itu, ku kira itu kamu, kalau gak ayu atau nur, ternyata, tidak ada siapa-siapa di dalam kamar sama dia)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"trus" tanya Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"suoro sopo sing tak rungokno lek ngunu?" (suara siapa dong yang ku dengar waktu itu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"masalahe, aku wes sering krungu, mesti, onok suoro iku" (masalahnya, aku sudah sering dan selalu dengar suara itu).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita Anton membuat pandangan Widya berubah, dan malam itu, ia melihat Bima berjalan jauh ke timur, arah menuju sebuah tempat yang seringkali membuat Widya merinding tiap memandangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tipak Talas</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
TIPAK TALAS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya melihat Tipak talas seperti sebuah lorong panjang hanya saja, dindingnya adalah pepohonan besar dengan akar di sana-sini, selain medan tanahnya yang menanjak, di depan Tipak talas, ada gapura kecil, lengkap dengan kain merah dan hitam di sekelilingnya. Pak Prabu pernah bercerita, kain hitam adalah nama adat untuk sebuah penanda seperti di pemakaman, namun bukankah warna cerah lebih baik untuk menjadi sebuah penanda, sebelum Widya tahu kebenaran dari warga yang bercerita, bahwa hitam yang di maksud adalah simbol alam lain. Hitam bukan untuk yang hidup, melainkan untuk tanda bagi mereka yang sudah mati. MATI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu, apa maksud penanda warna merah? Konon, dari seluruh tempat yang di beri penanda sebuah kain di desa ini, hanya gapura ini yang di beri kain warna merah, apalagi bila bukan simbol petaka</div>
<div style="text-align: justify;">
Widya mulai melangkah naik, kakinya tidak berhenti mencari pijakan antara akar dan batu, sembari tanganya mencari sesuatu yg bisa menahan berat tubuhnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam sangat dingin, dingin sekali. hanya kabut di tengah kegelapan yg bisa Widya lihat, butuh perjuangan keras untuk sampai. Ketika Widya sampai di puncak Tapak tilas, Widya hanya melihat satu jalan setapak, kelihatanya tidak terlalu curam, namun rupanya butuh ekstra perjuangan juga, disana, Widya merasakanya, perasaan yang tidak enak dari tempat ini, semakin kentara, hal itu, membuat Widya merinding.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalan setapak itu tidak terlalu besar, di kanan-kiri di tumbuhi rumput dan tumbuhan yang tingginya hampir sebahu Widya, dari sela tumbuhan dan rumput, Widya bisa melihat hutan yang benar-benar hutan, pohon menjulang tinggi dengan tumbuh2an disekitarnya yang tidak tersentuh. Sangat mudah mengikuti Bima, karena hanya tinggal mengikuti jalan setapak, namun, setiap kali Widya berjalan, selalu saja, dari balik semak atau rerumputan, seperti ada yang bergerak-gerak, kadang ketika Widya mencoba memandangnya, suara itu lenyap begitu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanahnya keras, dan lembab. namun Widya terus menembus jalanan itu, semakin lama semakin dingin, dan sudah beberapa kali Widya berhenti untuk menghela nafas panjang. Jalanan ini, sepeti tidak berujung, namun, bila kembali, Widya tidak akan tahu apa yang dikerjakan Bima disini.</div>
<div style="text-align: justify;">
hal yang cukup di sesali Widya hanya satu, ia hanya mengenakan sandal selop, memang, apa yang Widya lakukan malam ini, spontan karena penasaran, tanpa persiapan, tanpa teman, dan sesal itu, kian bertambah saat Widya mulai mendengar gending.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya. suara yang familiar, nada yang dimainkan adalah kidung yang Widya dengar saat ia berada di bilik mandi, bersama Nur, sedangkan alunan gamelan yang dimainkan adalah alunan yang sama saat Widya mencuri pandang pada penari yang menari di malam dia bersama Wahyu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukanya lari, Widya semakin menjadi-jadi. Semakin jauh, suaranya semakin jelas, dan semakin jelas suaranya, semakin ramai bahwa disana, Widya tidak sendirian. Namun, yang Widya temui, adalah ujung Tipak talas, yaitu, sebuah tumbuhan yang di tanam tepat di jalan setapak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tumbuhan itu, adalah tumbuhan beluntas. Tumbuhanya kecil, tapi rimbun, samping kiri kanan, sudah gak bisa di lewati, kecuali bila membawa parang, dan tentu saja butuh waktu yang lama untuk membabat semak belukar, namun, wangi tumbuhan beluntas seharusnya langu, namun yang ini, wanginya seperti aroma melati. Seperti tidak sadar, Widya sudah mengunyah daun itu, dan terus mengunyah, Widya baru sadar saat tenggorokanya tersayat batang beluntas yang tajam, dan di balik tumbuhan itu, Widya melihat jalan menurun, pantas saja, ia hanya bisa melihat ujung jalan setapak berhenti disini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi, jalan menurunya di tutup oleh banyak sekali tumbuhan beluntas, saat Widya menuruninya, ia sampai harus berdarah-darah meraih tanaman beluntas yang di lilit tali puteri. Di bawahnya, dia melihat Sanggar yang di ceritakan Ayu dulu, dan sanggarnya benar-benar berantakan. Ada 4 pilar kayu jati yang di pangkas segi 4, memanjang ke atas dengan atap mengerucut, dari jauh terlihat seperti bangunan balai desa, namun lebih besar dengan lantai panggung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disana, suara gamelan terdengar jelas sekali, seperti sumber suara gamelan itu ada di bangunan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
saat Widya mendekatinya, meski ragu, ia merasa kehadiranya tidak sendirian, ramai, seperti tempat ini penuh sesak, namun, tidak ada siapapun disana, hanya dia sendiri, yang berjalan mendekati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat ketika Widya menginjak anak tangga pertama, suara gamelan, berhenti, sunyi senyap</div>
<div style="text-align: justify;">
hening sekali. Keheningan itu benar-benar menganggu Widya, kehadiranya seperti tidak di terima disini. Namun Widya memaksa untuk tetap melihat, dan saat itu, Widya mendengar seseorang menangis, suaranya familiar, seperti suara orang yang ia kenal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu. Widya baru mengingat sesuatu yang paling ganjil selama KKN disini, Ayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu tidak pernah sekalipun cerita apapun tentang desa ini, sesuatu yang ganjil yang menganggunya, sebaliknya, Ayu menentang semua yang tidak masuk akal di desa ini. Namun di malam ketika mereka berdebad mendengar suara gamelan, Ayu pasti berbohong, Ayu sebenarnya juga tahu dan mendengarnya secara langsung. Ayu lebih tahu tentang semua ini, jauh di atas yang lain, termasuk, apa yang Bima lakukan selama ini. Seperti menangkap angin, ada suara tangisanya, namun tak ada wujud dimanapun Widya mencari, tetapi, tempat sesunyi dan sesepi itu, masih terasa ramai bagi Widya, seperti ia di tatap dari berbagai sudut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya melihat dari jauh, di bawah sanggar, ada sebuah gubuk, berpintu. Widya mendekatinya, namun enggan membukanya, ia mengelilingi gubuk itu, dari dalam gubuk, terdengar suara Bima, di ikuti suara perempuan mendesah, sangat jelas, namun Widya tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Leher Widya perlahan semakin berat, dan berat. Saat Widya masih bersusah payah mencari cara untuk melihat, nasib baik, Widya menemukan beberapa celah kecil untuk mengintip, darisana Widya menyaksikanya langsung, Bima, sedang berendam di Sinden (Kolam) di sekitarnya, ia di kelilingi banyak sekali ular besar. Melihat itu Widya kaget, dan parahnya, Bima menatap lurus ke tempat Widya mengintip, semua ularnya sama, seperti yang Widya rasakan, mereka tahu, ada tamu tak di undang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat reaksi seperti itu, Widya berbalik dan lari pergi. Saat lari itulah, suara tabuhan gong di ikuti suara kendang, terdengar lagi, suara gamelan itu, terdengar keras, lengkap dengan suara tertawa yang bersahut-sahutan, dan Widya melihat Sanggar kosong itu, di penuhi semua yang tidak Widya lihat saat tiba di tempat ini. Dari ujung ke ujung, penuh sesak, banyak sekali yang dilihat Widya, ada yang melotot, dari yang wajahnya separoh, sampe yang tidak punya wajah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari yang pendek, sampai yang tingginya setinggi pohon beringin. mereka memenuhi Sanggar dan sekitarnya, Widya mulai menangis. Suara yang nyaris memenuhi telinga Widya dan hampir membuatnya gila itu tiba-tiba berhenti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya melihat, di depanya, ada yang sedang menari, tarianya hampir membuat semua yang ada disana melihatnya. Di sana, Widya menyadari, yang menari itu Ayu. Matanya Ayu sembab, seperti sudah menangis lama, tapi gelagat ekspresi wajahnya seperti menyuruh Widya lari, lari, tanpa tahu apa yang terjadi, Widya langsung lari, melewati kerumunan yang sedang melihat Ayu menari di sanggar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya memanjat tempat itu, menangis sejadi-jadinya. Sampai di jalan setapak, Widya dengar anjing menggonggong, tidak beberapa lama, anjing hitam keluar dari semak belukar, setelah melihat Widya, anjing itu lari, Widya mengikuti anjing itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya keluar dari jalan setapak itu, ketika subuh, terlihat dari langit yang kebiruan. Tapi rupanya, Widya salah. Seorang warga desa, kaget bukan main melihat Widya, dia langsung lari sambil berteriak memanggil warga kampung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widya nang kene, iki Widya wes balik" (Widya disini, anaknya sudah kembali)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bingung, hampir warga berhamburan memeluk Widya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mrene ndok, mrene, awakmu sing sabar yo, awakmu kudu siap yo ambek berita iki". </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(kesini nak, kesini, kamu yang sabar ya, kamu harus siap sama berita yang nanti kamu dengar) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seorang ibu, memeluk Widya, di matanya ia seperti menahan nangis, Widya hanya gaguk, diam, tidak mengerti. Si Ibuk menggandeng Widya, Widya masih diam, seperti orang linglung, di jalan ramai warga desa yang mengikuti Widya, Widya mencuri dengar dari mereka yang bicara di belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"wes di goleki sampe Alas D********* jebule, maghrib kaet ketemu arek iki, aku wes mikir elek".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(sudah di cari sampai ujung *********** gak taunya baru ketemu maghrib anak ini, aku sudah mikir buruk)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehari semalam, Widya rupanya sudah menghilang. Ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul disana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam, pak Prabu keluar, wajahnya, mengeras melihat Widya. Mata pak Prabu mendelik, melihat Widya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan. Saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya di tutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?). Ucap Nur yang langsung memeluk Widya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"onok opo iki Nur?". (ada Apa ini Nur)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nur menutup mulutnya, tidak tau harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa di tutup".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi, matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan dari Pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Koncomu wes kelewatan"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pripun mbah?" (bagaimana mbah?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"yo opo rasane di kerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya di kelilingi makhluk halus satu hutan?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nyoh, di ombe sek" (nih, di minum dulu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang monohok membuat tenggorokan Widya seperti di cekik, membuat Widya memuntahkanya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar, ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa di terima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"paham ndok" (paham nak)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya mengangguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"mboten mbah" (tidak tahu mbah)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo di garap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa di kerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh di datangi, apalagi di pakai kawin)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?" (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Widya diam lama, sebelum mengatakanya. "Ular mbah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"nggih. betul" "sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo" (yg kamu lihat itu, adalah anaknya Bima sama)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ular itu mbah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah buyut mengangguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam di jadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal, yang di incar sama)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?" (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"isok isok" kata mbah Buyut, "sampe balak'e di angkat"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"balak'e di angkat mbah" (bencananya di angkat) kata Widya, bingung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing di lakoni" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"sak angkule nari, sadalan-sadalan" (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima mbah?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden" (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Badarawuhi mbah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah buyut kaget.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"oh ngunu" (oh begitu) "wes eroh jeneng'e" (sudah tahu namanya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikanya)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate" (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok di tolak opo maneh di mendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep2"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukanya, gak bisa di tolak apalagi sampai di buang, besok pagi, biar tak coba ngomong baik-baik, takutnya, temanmu tidak bisa kembali hidup2)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mbah buyut pergi, Nur, Wahyu dan Anton melihat Widya sendirian di pawon, duduk, sembari termenung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Goblok!! Bima karo Ayu asu!! kakean ngent*t!!" (bodoh!! Bima sama Ayu itu Anj*ng!! kebanyakan ngent*t)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat itu, yang mereka semua pikirkan malam itu. Meski yang di ucapkan Wahyu itu kasar, namun tidak ada yang keberatan dengan semua itu, terlebih, masalah ini sudah sampai ke pihak kampus, Bahkan ke keluarga Bima dan Ayu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu menceritakan bahwa kronologi kejadian ini sudah tidak bisa mereka bendung, KKN yang menjadi tanggung jawab beliau, harus sampai, ke semua orang yang terlibat, meski awanya Nur mencoba memohon agar masalah ini jangan sampai keluar dulu, namun, hilangnya Widya, membuat</div>
<div style="text-align: justify;">
Pak Prabu akhirnya menyerah dan memilih melaporkanya. Lalu apa yang terjadi sama Ayu dan Bima?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi itu, serombongan mobil datang, mereka adalah keluarga sekaligus panitia KKN yang sudah mendengar semua ceritanya dari pak Prabu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu masih terbaring, matanya melotot, namun tubuhnya masih seperti orang lumpuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima, masih kejang2</div>
<div style="text-align: justify;">
Well ada yang mau lihat foto mereka?</div>
<div style="text-align: justify;">
Maaf maaf, Aib!!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Soal mobil, gw gak paham. intinya mereka di jemput paksa, KKN mereka di coret. Gw bakal lanjutin akhir ceritanya saja ya, sama yang bersangkutan. di selesaiin saja malam ini, biar gw bisa fokus kerja. lagi. Tapi serius pengen lihat foto mereka?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gw cuma moto dari hape, karena fotonya di cetak di art paper, dan gw cuma bisa bilang, Bima sama Ayu, cantik dan ganteng memang. karena itu gw berani gambarin fisiknya si Bima.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: blue;"><i>Gw lanjut ya..</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya, proses penjemputan gak semudah yang bakal gw tulis, karena pihak keluarga Bima maupun Ayu, marah besar, mereka tidak terima anaknya di bikin seperti ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan pihak kampus juga kena, karena kasusnya benar-benar hampir di bawa ke media nasional,</div>
<div style="text-align: justify;">
Widya, Nur sampai harus mohon agar Ayu dan Bima di biarkan tetap tinggal disini, yang konon kata Mbah Buyut bisa saja balaknya di ambil sewaktu waktu, namun, dari pihak keluarga Ayu dan Bima, tidak mau lagi, mereka tetap membawa Ayu dan Bima, hasilnya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ayu hanya bisa tidur dengan mata terbuka terus menerus, Widya pernah di ceritain oleh ibunya, bahwa kadang, ia melihat mata Ayu meneteskan air mata, tapi, setiap di tanya, dia hanya diam, tak menjawab, Ayu akhirnya meninggal setelah 3 bulan di rawat. Abangnya, merasa bersalah sampai hampir mau mengamuk di desa itu, namun, pak Prabu pun sama, seharusnya sejak awal, saat Ayu memohon di ijinkan KKN disana, ia tegas menolak, alasanya, memang tempat itu tidak baik untuk di tinggali mereka yang masih bau kencur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima??</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana?? Meninggal juga. Malam sebelum dia meninggal, Bima teriak minta tolong, tapi ketika ditanya, kenapa dan minta tolong apa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bima berteriak ular, ular, ular, ia meninggal lebih dulu dari Ayu, tubuhnya di kebumikan, orang tuanya awalnya masih mau memperpanjang masalah ini sama pihak kampus, tapi akhirnya di cabut, dengan catatan, KKN tidak lagi di adakan di timur jawa lagi, sejak saat itu, kampus ini, hanya memperbolehkan KKN ke arah barat, tidak lagi timur, apalagi Desa yang jauh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada hal yang bikin gw radak susah gambarin adalah, narasumber (Widya) disamarkan, setiap beliau bercerita, beliau hanya menceritakan intinya, dan gw harus ngatur ulang ceritanya agar nyambung, terlepas dari itu, gw inget, tiap dia cerita, tanganya gugup, seperti tidak mau mengulang peristiwa itu. apapun itu, gw berharap cerita ini mengandung hikmah bagi kalian yang membacanya,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk peserta KKN nya pun sebenarnya bukan 6 orang, tapi 14 orang, gw perpendek untuk mempersingkat cerita beliau yang saling berkaitan satu sama lain. Untuk kesalahan, pengetikan, dan bikin kentangnya, gw mohon maaf sebesar-besarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang benar, manusia itu merasa besar, padahal sesungguhnya ada kebesaran lain yang membuat manusia gak ada apa-apanya di balik kalimat kecil, dimanapun kalian berada, junjung tata krama-</div>
<div style="text-align: justify;">
saling menghormati, saling menjaga satu sama lain, dan senantiasa bersikap layaknya manusia yang beradab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gw <a href="https://twitter.com/simplem81378523">simple_Man</a> undur diri, untuk waktu yang tidak di tentukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: blue;"><i>(kalau yang bersangkutan memperbolehkan post fotonya, akan gw post kok nanti) sampai jumpa.</i></span></div>
Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3717488971262130309.post-85502357971618346582019-08-19T21:16:00.000-07:002019-08-19T21:54:01.391-07:00Cara Mencari Tiket Promo Ke Luar Negeri<div style="text-align: justify;">
(Sumber: Copas From Group FB Backpacker International By Daniel M)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin masih banyak orang yang bertanya, bagaimana sih cara dapat tiket promo semurah itu ? Mulai dari ke Amerika 4 juta PP, ke Singapore 40rb PP pakai SQ, voucher sgala rupa, dan semua nya yang berkaitan dengan " keajaiban " dalam dunia travelling yang bisa membuat orang2 kere berumah gubuk yang tiap hari cuma makan tahu tempe bisa keluar negeri tiap bulan naik bisnis. Gimana sih mereka bisa nemuin itu ? Kok aku kalah cepat ? Dsb dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjifOxlA2sft1vcMBSZX0m87vdaAglv4LVqlCeRWASWcpv6WNu38Rgb4M7OnYZKs_aRotJpbUutXlQP0kskfgzTYvEdDdYgHJO2JF1IoJAUBwEFcnCszoqGgA8vujZfVt2K-oYmMmKxIgc/s1600/68284267_2219115288385612_1163050764067667968_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Cara Mencari Tiket Promo Ke Luar Negeri" border="0" data-original-height="539" data-original-width="960" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjifOxlA2sft1vcMBSZX0m87vdaAglv4LVqlCeRWASWcpv6WNu38Rgb4M7OnYZKs_aRotJpbUutXlQP0kskfgzTYvEdDdYgHJO2JF1IoJAUBwEFcnCszoqGgA8vujZfVt2K-oYmMmKxIgc/s400/68284267_2219115288385612_1163050764067667968_n.jpg" title="" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya sndiri bukan pengamat expert dalam hal gini2an, tapi sy akan bagikan info yang sy punya,monggo dilengkapi... ( Maaf kalau postingan sblmnya gambarnya terlalu nyelekit / gk ssuai ktntuan shingga smpet dihapus admin ). </div>
<h3 style="text-align: justify;">
Pertama</h3>
<div style="text-align: justify;">
Download aplikasi2 ini dan gunakan utk cari rute2 yg ada:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://www.traveloka.com/">Traveloka</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://www.skyscanner.co.id/">SkyScanner</a> ( recommended )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://tiket.com/">Tiket.com</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
AirAsia</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://www.agoda.com/">Agoda</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian, buat akun dri aplikasi2 itu dan langganan newsletternya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahap dasar selesai. Kini kita harus simpan data diri kita sendiri atau orang2 yang kira2 bakal kita booking kalau seandainya ada tiket murah. Ini untuk mengantisipasi " kurang gercep " dalam setiap promo2 yang ada nanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk Traveloka, klik Akun Saya > Passenger Quick Pick.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka nanti kalau ada promo yang cuma beberapa menit sahaja, anda bisa langsung gercep mengisi biodata2 yg ada. Begitu juga dgn tiket com.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Kedua</h3>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin berat bagi sebagian orang. Yakni sering2 memantau harga2 rute tertentu dengan aplikasi2 yg udh sy sebutin diatas. Tapi ini sebenarnya pekerjaan sukarela yang dilakukan dengan bahagia oleh para canduers travelling, mereka tiap hari bahkan tiap waktu senantiasa memantau harga tiket ke tujuan2 tertentu. Saya sendiri nemu promo2 seringnya karena sy suka banget pantengin aplikasi2 gituan. Oleh karena itu, kalau gak bisa sering2 mantau harga, stay tune in di grup BI ini. Karena grup BI ini sudah cukup lengkap memberikan info. Namun, apabila anda ingin mendapatkan promo yang benar2 hot, coba cari grup WA komunitas BI di lokasi tmpat tinggal kalian masing2 ( sprti saya di Bali ), maka ada promo2 hebat yang hanya ada di grup tsb dan tidak ada di grup FB BI ini.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Ketiga</h3>
<div style="text-align: justify;">
Bertemanlah dengan para pencari tiket murah ! Berdasarkan hasil survey saya pribadi dan pengalaman saya, saya kalau ada tiket promo paling gencar memberi tahu ke teman terdekat dahulu sblum memberi tahu ke kawan grup WA. Percayalah, selain menambah relasi, juga nguntungin ! Sapa tau nanti dia ngasih kejutan nraktirin kamu tiket bisnis ke Jepang hehehe...Kamu terpesona ama dia karena nraktirin bisnis.... ( Padahal tiketnya Rp.0 doang ).</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Keempat</h3>
<div style="text-align: justify;">
Untuk menentukan tiket promo dari sebuah tujuan, buka apikasi Skyscanner atau buka websitenya langsung. Untuk kolom Dari diisi dengan lokasi keberangkatan,dan tujuan " Kemana saja ". Untuk bulan ketuk tab Sepanjang Bulan, lalu klik Bulan Termurah. Lalu klik cari. Maka akan keluar harga2 promo ke berbagai destinasi yg mungkin kamu tidak duga sblumnya.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Kelima</h3>
<div style="text-align: justify;">
Bergabunglah dengan grup WA BI region kalian masing2. Ini sbenernya cuma penegasan point 2 akhir, karena menurut sy ini cukup berperan penting. Karena promo hebat biasanya disana.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Keenam</h3>
<div style="text-align: justify;">
Mengetahui event2 promo umum yang lumrah diselenggarakan, dan merencanakan perjalanan. Misal Free Seat AirAsia, yang diadakan 4x setahun, dgn agenda SBB. ( prediksi shja )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
* Maret.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Periode penerbangan : Sept thn ini- Jun thn dpn</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
* Mei</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Periode penerbangan : Nov thn ini- Agt thn dpn</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
* September.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Periode penerbangan : Feb-Nov thn dpn</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
* November.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Periode penerbangan : May-Des thn dpn</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mulai rencanakan kapan anda akan pergi, dan catat bulan dimana kam harus membeli tiketnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketujuh, kumpulkan poin2 TIX dan Traveloka agar mendapat potongan harga. Sekian terima kasih, monggo dikoreksi dan ditambahi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
#biinfo</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
#bitiketmurah</div>
Zian Ananda Rizkyhttp://www.blogger.com/profile/06269629827955558484noreply@blogger.com1